Setelah menggeluti dunia literasi buku anak-anak bertahun-tahun, saya semakin yakin bahwa menjadi illustrator buku anak-anak bukan hanya harus mempunyai keterampilan menggambar yang baik. Dunia anak-anak adalah dunia yang sudah lama kita tinggalkan, seorang perupa di bidang ilustrasi buku anak-anak harus mampu mengganti kacamatanya dengan kacamata anak-anak.
Bahasa rupa anak sangat khas sebagaimana lahiriahnya anak-anak yang dilahirkan di penjuru dunia manapun. Sangat egois, otentik, dan bebas pakem, terutama di usia-usia balita saat mereka belum terpengaruh oleh lingkungan luar. Sehingga tidak heran dunia anak ini menjadi concern tersendiri bagi almarhum Prof. Dr. Primadi Tabrani. Beliau adalah guru besar fakultas seni rupa ITB yang melakukan banyak penelitian tentang bahasa bahasa rupa anak. Membuktikan betapa pentingnya pengetahuan kita terhadap bahasa gambar anak, apalagi seorang illustrator. Dengan itu kita bisa melihat isi pikiran anak-anak lewat coretan-coretannya yang khas.
Porofesi illustrator buku anak-anak bukan kelas kedua dari profesi penulis. Sebab bahasa gambar ikut andil besar menentukan seberapa menarik gagasan sebuah tulisan. Ilustrasi dalam buku anak-anak bukan berfungsi menghias atau estetika semata, tetapi merupakan bahasa yang mandiri selain bahasa teks. Penggunaan otak kanan pada anak-anak sangat dominan, untuk itulah mengapa buku anak-anak dikemas dengan cerita bergambar. Sebagian besar informasi ke dalam otak anak-anak adalah visual. Anak-anak tidak meniru kata-kata orangtuanya tapi mereka meniru prilaku orangtuanya yang direkam secara visual dalam otaknya.
Illustrator harus mempu mengkomunikasikan gagasan si penulis sekaligus imajinasi ilustrator sendiri. Ilustrasinya mesti sesuai dengan psikologi perkembangan anak, karena komposisi gambar dan teks bergantung pada level membaca anak-anak. Semakin kecil usia pembacanya makin besar prosentase gambarnya. Tetapi illustrator juga tidak hanya menerjemahkan teks, sebuah ilustrasi harus bisa menjadi value dan daya Tarik. Teknik menggambarnya baik, penguasaan tools yang baik (manual maupun digital), menciptakan tokoh yang menarik, dan kemampuan berimajinasi yang tinggi.
Ilustrator bagi saya tidak jauh seperti penulis. Ilustrator harus berwawasan luas, membaca buku, bukan hanya seputar buku anak saja. Ilustrator harus punya kemampuan observasi dari mulai kostum, karakter, setting tempat, kehidupan sosial, budaya, maupun agama. Maaf, saya masih sering melihat illustrator yang secara penguasaan teknik bagus tetapi observasinya kurang atau malas mencari referensi. Misalnya seting cerita di Indonesia tapi tumbuhan, alam, dan budayanya tidak ada yang has Indonesia. Atau bisa jadi bukan tidak tahu, tapi lamanya penjajahan membuat kita tidak percaya diri dengan modal budaya kita sendiri.
Kita sangat boleh meniru bangsa-bangsa yang sudah maju dalam literasi buku anak-anak. Tetapi kita harus menggali potensi dalam diri dan modal budaya visual nusantara yang sangat kaya. Tidak mudah memang, tapi Jepang pun yang terkenal dengan manga-nya, berawal dari meniru. Saya pernah membuat serial buku Silent Book, terus terang itu terinspirasi dari kompetisi Silent Book di Pameran Buku Anak Internasional Bologna Italia. Saya mengadopsi itu dengan cerita yang sangat lokal: Berburu Layang-layang, Kucing Rakus, dan Raksasa Haus. Tetapi tahun 2018 memang terlalu cepat untuk menerbitkan buku seperti itu di tanah air. Walaupun pada akhirnya judul “berburu Layang-layang” dibeli copyrightnya oleh negara Banglades. Penjualannya memang tidak terlalu berhasil tapi setidaknya saya sudah membuat sesuatu yang terbaik sesuai kemampuan saya sebagai Illustrator sekaligus konseptor dan desainer.
Saya sangat meyakini apa yang kita buat untuk anak-anak akan bedampak pada mereka saat dewasa nanti. Jadi, kebanggan ilustrator terhadap karya bukan hanya dihargai secara finasnsial tetapi juga berdampak positif pada generasi setelah kita nanti.
Mohon maaf jika tulisan saya sedikit melantur. Silahkan luruskan jika salah, jika dianggap bermanfaat tentu saya amat sangat senang. Terima kasih.
Salam
Iwan Yuswandi
Keren!
Tulisan dan karya-karya Kang Iwan selalu menginspirasi sejak dulu. Terima kasih 🙂
Penulis dan ilustrator memang mestinya sudah dianggap “satu paket”; beriringan; menjadi satu kesatuan, ya. Tidak ada yang mendominasi atau dianggap salah satunya lebih penting dari yang lain. Semoga para ilustrator buku anak semakin tercerahkan setelah membaca ulasan keren ini.
Terima kasih atas apresiasinya…
Selalu kagum dengan para ilustrator ???, kreativitas dan ketrampilannya selalu membuat saya kagum sekaligus penasaran hingga detik ini.
Terima kasih
Ditunggu lagi buku-buku silent nya kang..sekarang kayaknya mulai populer yaa..
Saya baru ngeh kalau Kang Iwan adalah ilustrator Gajah Bersin. Itu buku favorit anak saya yang masih 3 tahun. Kami sering membacakan buku itu. Dia memang fokus melihat gambarnya, tapi memang demikianlah buku itu dibuat. Sekali lagi, terima kasih, Kang. Karya Kang Iwan telah hadir di keluarga kami.