Kucingku, Lila.

Pagi ini Lila mati.

Lila, kucingku.

Aku menangis tak henti-heti.

Tapi orang-orang menertawaiku.

Kan cuma kucing, katanya.

Besok beli kucing baru saja.

Atau pungut di jalan juga ada.

Tapi aku tidak bisa berhenti menangis

Mereka tidak tahu

Lila yang menyambutku pulang sekolah

Papa kan pergi  bekerja

Mama  sibuk mengurus bayi.

Kakak asyik membaca

Cuma Lila yang menemani

Aku menangis.

Aku tak mau sekolah.

Sampai ngantuk dan tertidur,

Siang-siang, ayah datang.

Kakak mengetuk pintu kamar

Ibu memelukku dari belakang

Ayah dan Kakak berkelakar

Sedihku pelan-pelan pergi.

Ayah lalu menggandeng tanganku

Ditunjukkan gundukan di taman

Di depan tanaman kucingan

Lila sangat suka kucingan

“Ini makam Lila,”

Ibu mengajak kami berdoa,

agar Lila bahagia bersama teman barunya.

di istana kucing-kucing di surga.

Aku mengucap selamat tinggal.

Sedihku sudah hilang,

tapi kadang-kadang ia datang.

Tapi lama-lama semakin jarang.

Bahkan, kadang aku tertawa senang,

mengingat tingkah Lila yang riang.

Sekarang, Lila sudah jadi kenangan.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar