Misteri Monster Berbintil di Pulau Terpencil – Part 1

Part 1 – Paket Wisata Gratis

 “HOREEE!! Kita jalan-jalan lagi!” seru Matahari melompat-lompat girang saat jam istirahat di sekolah.

“Jalan-jalan ke mana? Ada makan-makannya, kan?” tanya Dudung yang hobi makan.

“Kita? Kita siapa?” tanya Lilis.

“Kalian berdua penasaran, ya?” Bunga tertawa.

“Lho, Bunga diajak? Aku diajak juga, kan, Mat?” Dudung menatap Matahari dengan mata penuh harap.

Matahari tidak menjawab. Ia dan Bunga masih tertawa-tawa.

Matahari, anak lelaki yang murah senyum, tapi cuek dan jail. Tubuhnya tinggi dengan kulit gelap. Rambutnya lurus berjambul. Ia suka sekali berpetualang.

Lilis, anak perempuan yang anggun dan senang masak. Tubuhnya kecil. Rambutnya panjang lurus dikuncir kuda dengan pita warna-warni.

Dudung berkulitnya kuning dengan rambut berombak. Ia suka sekali makan, tak heran badannya lebih besar dibanding teman-teman lainnya.

Bunga berambut lurus yang dipotong pendek. Bunga tidak begitu suka masak-memasak seperti anak-anak perempuan lainnya. Bunga lebih suka membaca. Sepotong kertas yang ia temukan di jalan, akan dibacanya terlebih dulu sebelum dibuang ke tempat sampah.

Hari itu hari terakhir sekolah. Besok libur panjang kenaikan kelas. Saat itu Matahari, Bunga, Lilis, dan Dudung sedang dalam perjalanan pulang dari SD Nusantara, Bandung.

Dudung dan Lilis mengejar Matahari dan Bunga yang tertawa-tawa sambil berlari menjauh, tapi kaki Matahari dan Bunga sangat gesit. Dudung dan Lilis tertinggal jauh.

“Hei… Stop! Stop! Aku tidak kuat lagi,” lirih Dudung dengan nafas terengah-engah. Terpaksa Matahari dan Bunga berhenti daripada menggotong Dudung pingsan.

“Ayo, dong, jelaskan siapa yang mau jalan-jalan?” tanya Lilis.

“Pamanku akan menikah,” jelas Bunga.

“Terus apa hubungannya Pamanmu menikah dengan mau jalan-jalan? Oh, apa kalian berdua mau ke pesta itu tanpa mengajak aku?” tuduh Dudung.

“Kita semua diundang, kok! Pesta nikah akan diadakan di tempat tinggal calon pengantin perempuan,” jawab Matahari.

“Aku juga diundang? Asik! Asik!” mata Lilis berbinar. Ia membayangkan pesta yang sakral, banyak bunga, serta pengantin perempuan yang didandan cantik dan anggun.

“Memangnya di mana tempat tinggal calon pengantin perempuannya?” tanya Dudung.

“Di Tanjung Lesung! Jadi kita piknik ke sana!” seru Matahari bersorak-sorai.

“Tanjung Lesung yang di Kabupaten Pandeglang, Banten itu, kan? Wah, kita ke pantai! Wisata kuliner! Makan-makan!” Dudung menari-nari.

Bunga tertawa melihat gaya teman-temannya. Dia pun sangat senang bisa berlibur ke pantai, berhari-hari lagi.

“Hidangan hajatannya pasti enak-enak, kan, Bunga? Aku juga mau makan banyak seafood di Tanjung Lesung!” seru Dudung.

“Ya, ampun! Makanan melulu yang dipikirkan Dudung!” Matahari meringis.

“Jelas, dong! Ada kesempatan jangan disia-siakan,” Dudung menelan ludahnya sendiri.

“Jangan-jangan saat kita pulang dari Pantai Tanjung Lesung nanti, kamu tidak muat masuk mobil karena kebanyakan makan,” ledek Bunga.

“Eh, kita naik mobil ke sana?” Dudung berubah pucat.

“Iya, dong, naik mobil. Tidak mungkin, kan, kita naik odong-odong ke Tanjung Lesung? Mobilnya lebih dari satu karena kita akan berangkat rombongan dengan banyak orang,” jelas Bunga.

“Aduh… Hmm… Hmm… Bagaimana ini?” tiba-tiba Dudung gugup, wajah cerianya hilang.

Matahari menatap wajah Dudung lekat-lekat, “Kamu mabuk darat, ya?” tebaknya.

“Tenang, Dung! Jaraknya tidak jauh, kok, dari Bandung! Hanya sekitar lima sampai enam jam saja sampai sana!” Bunga mengibur.

“APA? Enam jam?” mata Dudung melotot.

“Tapi kalau kamu tidak ikut, tidak apa-apa. Lumayan bisa mengurangi jatah makan,” ujar Matahari tenang.

“Eh! Enak saja! Aku tetap ikut!” Dudung melotot pada Matahari yang tertawa-tawa.

“Bagaimana kalau kita bikin rencana kegiatan liburan kita di Pantai Tanjung Lesung?” usul Bunga.

“Tanggal berapa rencana Pamanmu menikah?” tanya Lilis.

“Seminggu lagi.”

“Astaga, aku baru ingat! Biasanya awal liburan sekolah, kami ke rumah Kakek Nenek dulu,” Matahari menggaruk-garuk kepalanya. Wajahnya terlihat bingung.

“Nggak usah ikut saja, Mat. Lumayan jatah makanmu untuk aku,” Dudung mengedipkan sebelah matanya.

Matahari meringis. Gantian dia dikerjai Dudung.

“Keluarga besarku memilih waktu hajatan ini diawal liburan sekolah, maksudnya agar saudara-saudara yang rumahnya jauh bisa hadir,” jelas Bunga.

“Betul juga, sih,” Lilis mengangguk.

“Oh ya, sebelum kalian ikut ke Tanjung Lesung, jangan lupa minta izin ke orang tua kalian dulu, ya,” pesan Bunga.

“Tentu, dong,” sahut Matahari.

“Iyalah harus minta izin dulu ke orang tua. Kita, kan, mau liburan, bukan mau minggat,” seru Dudung yang disambut tawa teman-temannya.

Akankah Dudung, Lilis, dan Matahari mendapat izin orangtuanya masing-masing untuk ke Tanjung Lesung bersama keluarga besar Bunga?

Bersambung…

Misteri Monster Berbintil di Pulau Terpencil
Novel Petualangan Anak 10-12 Tahun
Penulis: Tethy Ezokanzo dan Wahyu Annisha

Bagikan artikel ini:

Satu pemikiran pada “Misteri Monster Berbintil di Pulau Terpencil – Part 1”

Tinggalkan komentar