Pangeran Mawar Putih

Dahulu, di India, tepatnya di Kota Kalkuta ada seorang saudagar kaya bernama Shahru Khan yang mempunyai tiga orang putri yang cantik-cantik. Putri pertama bernama Anjali, putri kedua bernama Saraswati, dan putri ketiga bernama Mandakini. Mereka  mempunyai sifat yang berbeda-beda.

Anjali yang bermata bulat, berhidung mancung, dan berdagu belah senang mengumpulkan perhiasan. Emas, intan, dan permata yang dikumpulkannya sudah tidak terhitung beratnya.

Saraswati yang tidak kalah cantiknya dengan Anjali lebih senang mengumpulkan pakaian. Tubuhnya memang tinggi semampai, jadi memakai pakaian apa pun pasti pantas. Pakaian yang dimilikinya mencapai ratusan stel.

Berbeda dengan kedua kakaknya, meskipun kecantikan Mandakini tidak jauh beda dengan kedua kakaknya, tetapi dia lebih suka tampil sederhana.  Mandakini tidak suka tampil gemerlap seperti Anjali atau tampil dendi seperti Saraswati.

Suatu ketika Tuan Shahru memanggil mereka. Tuan Shahru amat mencintai mereka, apalagi mereka ditinggal Bunda mereka ketika mereka masih kecil.

“Ayah akan berdagang ke negeri sebelah,” kata Tuan Shahru ketika semua berkumpul, “Kalau dagangan Ayah laku terjual kalian mau minta apa?”

“Aku minta dibawakan kalung mutiara, Ayah,” ujar Anjali cepat.

“Seperti biasa, aku mau gaun dari sutra buatan negeri sebelah,” Saraswati tidak mau kalah.

“Kalau kamu mau minta apa?” tanya Tuan Shahru melihat putri bungsunya diam dengan wajah menunduk.

“Aku …, aku …,” Mandakini menggeleng-gelengkan kepalanya, “Aku hanya meminta Ayah kembali dengan selamat,” katanya kemudian.

Tuan Shahru mengangguk-angguk, “Baik, kalau begitu Ayah segera pergi. Doakan Ayah agar pulang dengan permintaan kalian.”

Sebelum benar-benar pergi Tuan Shahru mencium kening mereka dengan penuh rasa sayang. Mereka mengantar hingga ke pelabuhan.

Selama beberapa waktu kehidupan kembali normal. Ketiga putri Tuan Shahru Khan melakukan kegiatan seperti biasanya, hingga tanpa terasa sudah tiga bulan mereka ditinggal ayah mereka. Mandakini amat khawatir, jangan-jangan sesuatu telah terjadi.

Apa yang dikhawatirkan Mandakini ternyata benar. Genap empat bulan kemudian Tuan Shahru kembali ke rumah, keadaannya sangat mengkhawatirkan. Rombongan mereka dirampok pembajak laut dan selama ini mereka berada di atas laut tanpa tujuan yang jelas. Terakhir mereka terdampar di sebuah pulau yang tak berpenghuni.

“Maafkan Ayah. Ayah tidak bisa membelikan permintaan kalian,” kata Tuan Shahru kepada putri-putrinya. “Ayah hanya bawa ini untuk kalian,” lanjutnya sambil mengeluarkan tiga tangkai mawar putih.

Anjali dan Saraswati dengan wajah cemberut menerima mawar itu. Berbeda dengan Mandakini yang amat senang menerima mawar itu.

“Terima kasih, Ayah. Ayah sampai rumah dengan selamat saja aku senang, apalagi dibawakan oleh-oleh seperti mawar putih ini,” kata Mandakini cukup panjang. Saking senangnya.

Keadaan Tuan Shahru Khan semakin lama semakin mengkhawatirkan. Beberapa Tabib telah diundang untuk mengobatinya, tetapi tetap saja keadaannya tidak membaik.

Tiap saat Mandakini menangis. Untuk menghibur hati, dia menanam mawar putih pemberian ayahnya. Siapa tahu tiba-tiba Tuhan mencabut nyawanya. Barangkali mawar putih itu bisa dijadikan kenang-kenangan terakhirnya.

Berbeda dengan kedua kakaknya yang tidak peduli. Mereka berdua kelihatannya sama sekali tidak berpikir sejauh Mandakini. Mereka tetap hidup dalam dunia mereka yang penuh dengan pesta, kemewahan, dan bersenang-senang.

Pada akhirnya, harta Tuan Shahru Khan habis juga. Melihat kenyataan itu Anjali dan Saraswati tidak terima. Mereka memilih pergi dari rumah daripada harus menjadi orang miskin.

“Apa kamu akan pergi juga, Mandakini?” tanya Tuan Shahru Khan yang telah kurus kering.

Mandakini menggelengkan kepalanya, “Tidak Ayah. Aku akan tetap di samping Ayah,” jawab Mandakini tegas.

“Tapi, kita tidak punya harta lagi, kita mau makan apa?” tanya Tuan Shahru Khan lagi.

“Aku masih punya mawar putih yang tumbuh subur di pekarangan rumah, Ayah. Aku akan menjualnya.”

Tanpa sadar, mata Tuan Shahru Khan berkaca-kaca. Menahan rasa haru yang luar biasa.

Sejak itu, untuk menyambung hidup, Mandakini tiap hari memetik beberapa tangkai mawar putih, lalu menjualnya ke pasar. Hingga tanpa terasa telah seratus hari berlalu. Pada hari keseratus satu itulah tiba-tiba Mandakini didatangi seseorang yang mengaku sebagai Tabib nomer satu di daerah Gujarat.

“Aku bisa menyembuhkan ayahmu, tetapi dengan syarat yang amat berat,” kata laki-laki berjubah putih itu.

“Tuan yang baik hati, apapun syaratnya, asalkan ayahku sembuh, aku akan memenuhinya,” kata Mandakini yang bersimpuh di dekat ayahnya yang napasnya hampir putus.

“Kamu janji?”

Mandakini dengan tanpa ragu-ragu mengangguk, “Aku janji. Sebutkan syaratnya, Tuan.”

Tuan Tabib ragu-ragu, “Aku akan menyembuhkan ayahmu dengan syarat aku harus memindahkan penyakitnya pada tubuh kamu.”

Deg! Demi Tuhan Mandakini kaget luar biasa. Akan tetapi, demi janji dan baktinya kepada ayahnya, Mandakini menyanggupinya. Mandakini memejamkan mata siap menerimanya.

Apa yang terjadi ketika Mandakini membuka mata? Di depannya bukan lagi laki-laki tua yang berjanggut tebal dan berjubah putih. Laki-laki itu telah menjelma menjadi seorang pemuda yang sangat tampan.

“Kamu benar-benar putri yang baik budi,” ujar laki-laki tersebut.

“Tuan …, Tuan siapa?”

Laki-laki itu tersenyum lalu menceritakan semuanya.

Ternyata laki-laki itu seorang pangeran yang dikutuk oleh tukang sihir menjadi mawar putih. Dia akan kembali seperti semula kalau dipelihara oleh seseorang yang baik budi dan selama dipelihara itu dia harus mampu membantu meringankan beban si pemelihara itu selama seratus hari.

“Karena itu, aku sangat berterima kasih kepada kamu,” kata laki-laki itu.

“Terima kasih kembali, tetapi bagaimana dengan Ayah?” Mandakini merasa khawatir.

Tanpa berkata-kata lagi, laki-laki itu mengambil setangkai mawar putih dari balik bajunya. Dia membuat ramuan dari mawar itu lantas diminumkan kepada ayah Mandakini. Ajaib, dalam hitungan detik ayah Mandakini kelihatan segar kembali.

Setelah ayah Mandakini sehat, laki-laki itu menikah dengan Mandakini. Mereka hidup bahagia. Laki-laki itu kemudian mendapat julukan Pangeran Mawar Putih. Seorang pangeran berhati lembut yang selalu mengobati rakyat dengan mawar putih.

(Pernah dimuat di Majalah Favorite)

Meskipun Mandakini hidup bahagia, Mandakini masih merasa ada yang kurang. Mandakini kangen dengan kakak-kakaknya. Dia tidak tahu di mana kakak-kakaknya tinggal. Apa kalian mengetahuinya?

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Pangeran Mawar Putih”

Tinggalkan komentar