Pencarian Vesivatoa [Part 12 : LEBIH BERHARGA DARI BERLIAN]

“Senang bisa bertemu lagi, Kawan-kawan!” Kiyai Usman menyapa mereka. “Sudah melihat semua koleksi herbal kami?”

“Mengagumkan. Banyak sekali jenisnya,” Kalma segera menjawab, tak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk berbincang dengan sosok yang dikaguminya itu.

“Hanya tanaman-tanaman ini yang selamat dari kepunahan. Sebagian besarnya bermanfaat untuk penawar infeksi saluran pernafasan dan penyakit kulit. Mungkin di zaman kalian, masih ada ribuan jenis tanaman obat lainnya,”

“Duh, bahkan tanaman pun punah,” gumam Alana sedih.

Mendengar kata-kata Kiyai Usman, diam-diam Adora mulai memikirkan saran dari orang  tuanya untuk menjadi dokter. Seorang dokter yang juga paham dengan tanaman obat seperti Kiyai Usman. Aku akan berusaha agar tanaman itu tidak punah, tekadnya dalam hati.

“Mari mampir ke kantorku di sebelah. Aku punya sesuatu untuk kalian,” Kiyai Usman memandu  menuju ruangan yang berjarak sekitar lima meter dari sana. 

Mereka memasuki sebuah ruangan yang lebih mirip dengan laboratorium. Sebuah lemari besar dengan toples-toples kaca berisi awetan tumbuhan memenuhi hampir seluruh dindingnya. Anak-anak duduk mengelilingi meja kaca yang bersih mengkilat. Nabiella sampai tak berani meletakkan tangannya di atas meja, khawatir mengotori benda itu.

Kiyai Usman membawa nampan berisi makanan berbentuk bulat dengan asap yang masih mengepul. Wanginya mirip siomay. Tentu saja Kalma yang paling bahagia dengan suguhan tak terduga ini.

“Silakan dicicipi. Aku baru membuat formula makanan yang baru.” 

Tak perlu diperintahkan dua kali, Kalma dan Ghazi langsung melahap makanan itu.

“Hmm … enak sekali. Rasanya seperti bakso ikan,”  ujar Ghazi sambil mengambil bulatan ke dua.

“Iya, apalagi kalau dicocol pakai sambel kecap, pasti lebih lezat.” imbuh Kalma.

“Sambel kecap? Bagaimana rasanya?” Kiyai Usman bertanya penasaran. Seketika anak-anak tercengang sekaligus merasa sedih. Betapa kasihannya manusia di zaman itu. Mereka pasti bosan dengan makanan yang hanya itu-itu saja karena sangat terbatas jenisnya.

“Argh, aku menyesal tidak membawa kecap di ranselku.” Nabiella berdecak kesal. Biasanya ransel anak itu seperti kantong ajaib Doraemon, selalu menyediakan barang apa pun yang dibutuhkan.

“Tidak apa-apa. Kami sudah terbiasa dengan makanan seperti ini, kok,” celetuk Asher yang sedari tadi lebih banyak diam.

“Kalian tahu asal makanan itu?” tanya Kiyai Usman.

“Pasti ikan, udang, dan tapioka ‘kan ? Ibuku sering buat,” tebak Adora.

Kiyai Usman tersenyum lalu menggeleng. Bagi laki-laki itu, ikan dan udang, apalagi tapioka sudah menjadi sebuah legenda.

“Aku membuatnya dari tepung jamur, jangkrik, dan perisa ikan buatan.”

“Jang … krik?” Tiba-tiba Adora merasa mual membayangkan serangga yang baru saja melewati kerongkongannya.

“Ya, proteinnya tinggi, dan lebih mudah dibudidayakan ketimbang hewan besar. Mereka tidak butuh pakan dan air yang banyak,” jelas Kiyai Usman. “Kami juga membudidayakan macam-macam jamur sebagai sumber protein nabati. Hasil budidaya ini dijual ke Samaila untuk ditukar dengan air bersih,”

“Jadi, manusia di zaman ini sudah tidak lagi makan daging ayam, sapi, maupun ikan?” tanya Ghazi tak percaya.

“Ya begitulah.” Kiyai Usman mengangguk. Matanya menampakkan sorot kesedihan. Ghazi bertekad dalam hati, jika ada kesempatan untuk kembali lagi ke zaman ini, ia akan membawakan daging sapi dan ayam agar orang-orang ini bisa mencicipinya.

“Maaf Kiyai, tapi sudah waktunya mereka kembali. Nona Areth sudah menunggu,” Asher memberi peringatan. Anak-anak pun bersiap meninggalkan ruangan.

PRANG!!!

Tiba-tiba terdengar suara botol kaca yang terjatuh. Sebuah toples awetan tanaman hancur berantakan di lantai. Tanpa sengaja Ghazi menyenggol benda itu waktu berjalan melewatinya. Suasana ruangan menjadi hening. Anak-anak tampak pucat, khawatir Kiyai Usman akan meledak marah.

“Ma-maafkan … aku benar benar tidak sengaja.” Ghazi memohon terbata. Wajahnya terlihat benar-benar merasa bersalah dan ketakutan. Benda itu pasti sangat berharga bagi Kiyai Usman. Asher pun mulai merasa panik. Ia tidak tahu bagaimana harus mempertanggungjawabkan hal ini pada Nona Areth nanti.

“Sayang sekali, Awetan itu usianya sudah ratusan tahun,” ujar Kiyai Usman, suaranya tetap tenang namun pandangannya berubah menjadi tajam. “Semoga masih bisa diperbaiki kembali.”

Nabiella berjongkok mengamati spesimen yang tergeletak di lantai itu. “Apakah ini kacang Edamame?” tanya gadis kecil itu.

“Benar sekali.” Kiyai Usman mengangguk.

Nabiella merogoh saku celana kargonya yang besar. Ia mengeluarkan sebuah kotak makanan kecil, lalu memberikannya pada Kiyai Usman. Seperti biasa, gadis itu selalu membawa bekal makanan ke mana pun ia bertualang.

“Aku tidak tahu apakah kacang ini masih bisa dijadikan awetan atau tidak, karena sudah direbus dengan air garam. Namun, tidak ada salahnya jika Kiyai mencicipinya. Ibuku menanamnya di depan rumah.” 

Seketika mata Kiyai Usman berbinar cerah. Ia mengamati kacang itu lamat-lamat, seperti seorang kolektor batu mulia menemukan berlian yang sangat langka.

“Silakan dimakan Kiyai. Semoga Anda suka rasanya.”

Ghazi yang berdiri di sebelah Nabiella sedikit merasa lega, melihat wajah Kiyai Usman kembali cerah. “Terima kasih, Nabiella,” anak laki-laki itu berbisik di dekat telinga Nabiella.

“Terima kasi,.” Kiyai Usman menatap Nabiella. “Ini adalah hadiah paling berharga yang pernah kuterima.” Kiyai Usman tersenyum lebar sambil menggenggam erat  kotak edamame dari Nabiella. “Sekarang, kalian benar-benar harus segera pergi, jika tak mau mendengar omelan Nona Areth.”

“Terima kasih juga untuk bakso jangkriknya, Kiyai,” seru Kalma.

“Asher, tolong pastikan teman-teman kita ini bisa kembali dengan selamat. Mereka akan membawa misi penting yang akan menjadi harapan kita.”

“Siap, Kiyai,” Asher membungkukkan badan, lalu mereka berenam bergegas menuju pintu dan mengenakan pakaian stormtrooper kembali.

Mereka menyusuri rute yang sama seperti ketika berangkat. Sekian lama sunyi, Ghazi berinisiatif membuat bahan pembicaraan, “Asher, ngomong-ngomong kenapa namamu Wiranesha, kamu keturunan Asia?” Asher mendiamkan saja seolah pertanyaan Ghazi hanya mengada-ada. “Hmm … rahasia, ya?” suara Ghazi terdengar kecewa.

Asher menghentikan langkahnya, lalu menjawab, “Dengar, ya. Bila kalian pulang nanti, cari teman dengan namaku. Aku yakin, dia nenek moyangku.” 

Ghazi mendengkus pelan.

“Wiransha, ya? Aku kenal orang yang bernama Wiranesha. Kurasa Nabiella juga mengenalnya,” ujar Adora,

“Benarkah? Sampaikan salamku padanya ya!” seru Asher sambil lalu.

Sesampainya di gedung, ternyata hanya Nona Areth seorang diri yang menunggu mereka. “Terima kasih Asher. Kurasa kami harus langsung pamit sekarang.” ucap Nona Areth kepada Asher.

 “Sebuah kehormatan bisa mengantar mereka, Nona, dan juga … bertemu dengan Anda tentunya.” Asher menjawab sambil setengah membungkukkan badannya. Ia pun berbalik badan, lalu pergi.

“Asher! Terima kasih!” panggil Ghazi. Asher menoleh sambil tersenyum dan mengacungkan jempol. “Kita akan sampaikan salammu!” katanya lagi sambil tertawa. 

“Semoga berhasil, Bocah-bocah kuno! Tolong bilang ke kakek moyangku, cicitnya ini akan membuatnya bangga!” Asher tersenyum lebar lalu kembali berbalik dan pergi.

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Pencarian Vesivatoa [Part 12 : LEBIH BERHARGA DARI BERLIAN]”

  1. MasyaAllah.. Akhirnya saya tergelitik to beri comment..

    Di part part awal saya harus sabar karena banyaknya tokoh dan pernak perniknya. Tapi karena saya pecinta cerita fantasi dan thriller.. Agak penasaran to mengikuti cerbung ini.

    Di part 6 apa ya.. Ada buku kuno.. Sempat berpikir jangan jangan ini arahnya ke buku Nebo… Saking bagi saya, ekspresi kecintaan penulis akan ilmu sejarah bumi atau geografi apa ya.. Mitologi buku Nebo akan nampak nih..

    Hua..misteri buku kuno belum terungkap, di part ini dikejutkan dengan aneka kuliner. Senyam-senyum saya membacanya.. Jangan-jangan Penulisnya suka makan seperti saya ??

    Saya masih belum bisa rileks dengan alur ceritanya.. Tapi semakin senyam-senyum dengan pernak pernik di tiap part.

    Tetap semangat nulisnya ya.. InsyaAllah saya akan terus mengikuti ceritanya.. Di tunggu part selanjutnya

    Balas
    • Masyaallah, makasıh sudah berkenan baca Kak ^^. Memang makan adalah hobi kami sihhh, hihihi. Semoga part-part selanjutnya masihh bikin betah baca ya, sekali lagi makasih kak. Insyaallah jadi makin semangaaattttt

      Balas

Tinggalkan komentar