Pencarian Vesivatoa [Part 14 : SEJARAH MASA DEPAN]

Baru sejenak mereka menyandarkan badan di kursi empuk yang laksana memeluk, Picasso telah membukakan pintunya kembali di Laboratoria. Tapi tak apa, karena rasa lelah mereka juga sudah sirna seketika oleh gelombang pijatan tak kasat mata Picasso.

“Akhirnya, oksigen segar! Alhamdulillaaah …,” Ghazi menghirup udara gedung serba putih itu dalam-dalam. 

“Rasanya bahkan lebih segar dari udara Pulau Dolla,” imbuh Nabiella sambil meregangkan badannya setelah turun dari Picasso. 

“Eh iya … Nona Areth, apakah kita makan malam di sini?” Kalma bertanya dengan mata berbinar sementara perutnya mengeluarkan nada-nada tak beraturan, untung cuma dia sendiri yang mendengar. 

“Kalian akan makan malam di rumah masing-masing,” senyum tipis tersungging di wajah Nona Areth. “Tapi sebelumnya, kalian akan membawa oleh-oleh spesial dari kami,” Nona Areth mengedikkan kepalanya. Sebuah pertanda yang jelas bagi anak-anak Dollabella untuk mengikutinya.

Dari kejauhan mereka merasa melihat sosok yang sangat familiar keluar dari ruangan Prof. Will. Rambutnya yang putih, tinggi badannya yang tak beda jauh dengan mereka, bahkan cara berjalannya yang pelan tapi pasti. Pria itu keluar dari ruangan pertemuan dengan santai.

Jarak mereka semakin dekat. Semakin pasti. Tak salah lagi, “Prof. Nakamura?” seru kelima anak itu nyaris serempak. Prof. N tersenyum lebar. 

“Ya, ini aku. Sampai jumpa lagi di rumah, ya. Kita akan punya banyak waktu mengobrol nanti,” jawab Prof. N seraya meninggalkan mereka. Seorang pengawal  mengantar beliau ke arah ruang teleportasi.

“Kalau Prof. N setenang itu, setidaknya aku jadi yakin kalau orang-orang di sini baik-baik,” cetus Alana tiba-tiba. Yang lain mengangguk lega.

Profesor Will telah menunggu di ruang pertemuan. Ia hanya sendiri. Nona Areth tampak terkejut sehingga ia bertanya, “Kemana yang lain?”

“Ada kerusakan pada pintu bawah. Usman dan timnya sedang memperbaiki,” jawab Prof. Will sambil duduk santai di kursi putih bersih yang tampaknya sangat empuk dan nyaman. Begitu beliau menyandarkan punggung, kursi itu bergerak melebar lalu menyesuaikan diri dengan bentuk tulang belakangnya. Seperti dipeluk dari belakang 

“Hei, ayo duduk dulu. Bagaimana perjalanan kalian.” Prof. Will mempersilakan mereka duduk, seperti biasa, muncul kursi-kursi dari bawah tanah. Anak-anak langsung bisa duduk santai đan mereka asyik bercerita tanpa henti. Berbicara dengan Prof. Will ternyata menyenangkan, seolah bicara dengan kakek sendiri.

“Prof. Tadi aku melihat lukisan yang seram di Chinaza. Kata Asher, itu adalah perang Zavreno dan manusia bumi. Apa Prof. masih hidup ketika perang itu terjadi?” di tengah obrolan, akhirnya Alana menelurkan pertanyaan yang sejak tadi dieramnya.

“Hmm … ceritanya sangat panjang, tapi aku sudah menuliskan kisahnya untuk kalian.” Prof. Will membenahi posisi duduknya. Ia mengambil buku Sejarah Masa Depan dari rak kecil di ruangannya, lalu mulai menceritakan kisah penyerangan Zavreno sampai perpisahannya dengan kakeknya, Prof. Arnold, untuk selama-lamanya. 

Mendengar cerita itu, anak-anak terdiam. Mata adora sempat berkaca-kaca membayangkan prof. Will kecil yang harus berpisah dengan kakeknya.

“Jadi, karena ternyata makhluk bumi tak semua sempurna, Zavreno marah ya, Prof?” Ghazi angkat bertanya.

Prof. Arnold mengangguk. “Buatnya, keadaan Chinaza yang alamnya rusak parah itu membebani keseimbangan alam semesta. Daripada dipulihkan, lebih mudah bila dimusnahkan.”

“Huh … congkak sekali!” geram Kalma.

“Permisi, presentasi sudah siap, Prof.” Suara Nona Areth melepas suasana tegang di ruangan itu. Prof. Will lalu mengajak Ghazi dan anak-anak Dollabella untuk menuju kamar presentasi. 

Sebuah pintu logam berhias lukisan setetes air, dengan simbol-simbol unik membuka untuk mereka. Kiyai Usman dan tiga orang lain sudah menunggu  di dalamnya. Seorang perempuan dan dua orang laki-laki dengan jas putih panjang, tampaknya mereka adalah asisten Kiyai Usman. 

“Selamat datang kembali, Anak-anak,” sapa Kiyai Usman dengan senyum yang lebar. Wajahnya yang ramah semakin bercahaya. Melihatnya bagai punya efek hipnotis. Rasa suram setelah mendengar cerita tentang Zavreno langsung menguap dari benak anak-anak. Mereka jadi lebih rileks sekarang.

“Sebaiknya kalian segera mengambil posisi duduk. Kita akan segera memulai presentasi yang sangat penting,”

“Apa nanti akan ada PR juga, Kiyai?” canda Ghazi.

“Semacam itu. Kalian  siap?” jawab Kiyai Usman serius. Anak-anak melotot dibuatnya, tetapi Kiyai tersenyum tipis, “Kalian perhatikan dulu ya … nanti kalian bisa putuskan. Akan mengerjakan PR-nya atau tidak,” lanjutnya.

SISTEM PENERANGAN RUANGAN AKAN DIMATIKAN DALAM 3 … 2 … 1 ….” 

Ruangan menjadi gelap. Hanya tersisa satu lampu terang di tengah. Lantai yang mereka pijak terasa sedikit bergetar. Anak-anak Dollabella mulai merasa tegang. Adora bahkan merapatkan badannya ke Alana yang berada di sampingnya untuk menghilangkan rasa takut.

Lantai di bawah lampu terang itu kemudian membuka kira-kira seukuran 1×3 meter. Suara mesin menderu terdengar ke seluruh penjuru ruangan. Dari bawah lubang itu muncul sebuah alat besar berbentuk mirip turbin dari logam. Diameternya sekitar 2 meter. Di pusatnya terdapat sebuah bingkai lingkaran, namun tak ada isinya. Turbin itu juga memiliki tiga sudu yang masing-masing berbentuk elips. Lagi-lagi bentuk elips itu seperti sebuah bingkai kosong. Jelas, ada yang hilang dari tempat seharusnya.

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Pencarian Vesivatoa [Part 14 : SEJARAH MASA DEPAN]”

Tinggalkan komentar