Pencarian Vesivatoa [Part 15 : VESIVATOA]

“Ini adalah Turbin Penjernih.” Kiyai Usman mulai menjelaskan alat itu. “Alat ini digagas oleh Prof. Arnold de la Roche dan para profesor muda yang tercerdas pada zamannya. Turbin ini adalah calon penyelamat bumi. Ia dirancang untuk menghilangkan pencemar dan menjernihkan air sehingga layak digunakan oleh manusia.”

“Apa alat ini pernah diuji coba, Kiyai?” selidik Kalma. 

“Pernah. Kalian sudah lihat Negeri Samaila bukan? Seiring penemuan mata air di sana, kami berusaha menjernihkan air sungai yang ada. Sehingga, seluruh sungai di Samaila menjadi jernih.” Kiyai lalu menyalakan layar virtual di samping mesin itu. Sebuah film diputar.

“Ini adalah saat-saat dimana alat itu bekerja. Lihatlah air itu. Polutan-polutan mengalami perubahan sampai ke atomnya, sehingga berubah menjadi air siap minum.” Semua orang memandang layar virtual itu tanpa berkedip. 

Begitu turbin dinyalakan, batu yang ada di tengah menyala terang. Sesaat setelahnya, tiga batu yang berada di tiap sudu ikut menyala. Sebuah cahaya yang tajam memancar dari batu-batu di sudu itu menuju batu di tengah. Tak lama kemudian, turbin berputar.

Air yang berada di sisi belakang turbin berwarna hitam karena tercemar. Air itu lalu melewati turbin dan, ajaib! Air tersebut menjadi jernih seketika dan mengalir di depan turbin.

Orang-orang dalam tayangan itu langsung menciduk air dengan tangan mereka. Mengusapnya ke muka, bahkan meminumnya. Orang-orang Samaila tertawa-tawa, begitu bersuka cita. 

“Selama satu tahun, kami berusaha menjernihkan seluruh sungai di Samaila. Bersamaan dengan itu, dimulai pula penanaman bibit-bibit pohon keras di rumah-rumah kaca. Bibit-bibit itu sudah mulai kami simpan sejak seribu tahun yang lalu di sebuah gudang di antartika. Kami juga memulai riset pembuatan protein hewani sintetik yang berbahan dasar air. Semua terasa menjanjikan saat itu.” Kiyai Usman melanjutkan tayangan video sambil bercerita. Di sisi lain, mata Prof. Will tampak berkaca-kaca.

“Kakekku memulai penciptaan Vesivatoa, batu yang ada di sudu turbin itu. Lalu, ibu Nona Areth melanjutkannya hingga berhasil menciptakan prototipe turbin. Kami bertiga akhirnya menyelesaikan dan memimpin peluncurannya sekitar 10 tahun yang lalu.” Prof. Will berhenti sejenak dan meneguk segelas kecil air.  

“Banyak sekali mahasiswa muda berbakat yang bekerja di laboratorium-laboratorium dan rumah-rumah kaca itu …” imbuh Prof. Will. “Ah … ceritakan kepada mereka, Usman!” Prof Will memerintah dengan suara bergetar, seakan tak sanggup bicara lagi. Kiyai Usman menarik napas panjang sebelum kemudian melanjutkan ceritanya.

“Suatu hari, sebuah kebocoran keamanan terjadi.” Layar virtual itu kini menunjukkan sebuah pemandangan yang mengerikan. Rumah-rumah kaca dan laboratorium-laboratorium porak poranda. Beberapa orang terlihat tergeletak di lantai. Beberapa yang lainnya berpelukan dan menangis. Benih-benih daun terpercik darah manusia.

“Asher pasti pernah menceritakan tentang Zavreno kepada kalian, bukan?” tanya Kiyai Usman. Ghazi dan Anak-anak Dollabella mengangguk. “Zavreno telah dikalahkan tentara Samaila sembilan puluh tahun sebelum penciptaan Turbin Penjernih. Para pengikut setianya telah dihukum mati. Saat itu pihak bumi membiarkan anaknya yang masih bayi hidup …” Kiyai Usman menggantung ceritanya untuk kemudian kembali mengambil napas dalam. Kelihatannya menceritakan kisah itu begitu berat baginya.

“Bayi itu kemudian melakukan semua ini?” Ghazi memotong cerita Kiyai Usman. Tapi Kiyai hanya tersenyum, lalu melanjutkan ceritanya. “Kami juga membiarkan seorang pengikutnya yang kelihatan tidak waras dan memutuskan untuk membuat program terapi untuknya. Keputusan yang salah,”

“Orang itu, Lukaccio, ternyata psikopat. Selama puluhan tahun dia terus mengawasi proyek turbin penjernih. Dia mengelabui petugas keamanan rumah sakit, lalu berhasil lolos. Kemudian, bahkan menghasut beberapa orang untuk membantunya menyerang laboratorium dan rumah-rumah kaca. 

Saat kami sibuk menangani kehancuran dan para korban, Lukaccio bersama satu orang ahli mesin membobol sistem keamanan Turbin Penjernih. Ia mengambil bebatuan dalam sudu-sudu turbin, kemudian membobol mesin teleportasi dan membuka portal waktu.” Kiyai Usman duduk lalu seperti Pof. Will, menyeruput segelas kecil air putih yang ia minum pelan-pelan sekali seakan menghayati setiap teguknya.

“Saat itulah pasukan Samaila berhasil meringkusnya. Tiba-tiba, Lucaccio melempar semua batuan itu ke mesin teleportasi dan segera setelah itu mesin menutup. Ia begitu tenang saat melakukannya sehingga kami duga ia sudah merencanakan semua ini” Kiyai Usman berhenti sejenak. 

“Akhirnya Lucaccio dan para kriminal itupun akan kami hukum mati. Hanya saja, Lukaccio berhasil melarikan diri. Mereka tak pernah mau buka mulut. Kemungkinan besar, sekarang Lukaccio adalah pengganti Zavreno dari planet Yajuja. Itulah mengapa ia sangat berkeras mewujudkan cita-cita Zavreno,” tutup Kiyai Usman.

“Jika mereka semua tak pernah buka mulut, bagaimana kalian bisa mengetahui keberadaan Vesivatoa?” tanya Alana.

“Vesivatoa diciptakan dari unsur-unsur paling murni di perairan bumi. Batu-batu ini bukanlah batu biasa. Ia punya energi yang sangat besar dan punya sifat yang menarik. Vesivatoa akan mencari tempat yang paling murni di bumi, sesuai dengan unsur pembentuknya.”

“Ah dan syukurlah kami punya Nona Areth …” Kiyai Usman tersenyum kepada Nona Areth, yang dibalas anggukan oleh wanita elegan itu.

“Dengan kemampuan istimewanya, Nona Areth menyelidiki, meneliti, dan berhasil memprediksi secara kasar lokasi bebatuan itu … sampai ke waktu batu itu berada.” Kiyai Usman berhenti sejenak.

“Apakah itu tahun saat kami berasal?” tebak Nabiella hati-hati. Ternyata tebakan itu diangguki oleh Kiyai Usman.

“Tapi … kenapa kalian tidak kirim saja pasukan untuk mencari?” protes Adora

“Tentu, sudah puluhan pasukan kami kirim, tapi mereka kembali dengan tangan hampa. Karena terbiasa dengan outdoor suit, mereka tak sanggup bertahan dengan kondisi saat itu. Setiap kami mengganti pasukan, semua harus mulai beradaptasi dari awal. Bahkan beberapa diantaranya pulang dengan penyakit parah purba. Kalian pasti tahu, penyakit diare …,” kenang Kiyai Usman.

“Sepertinya mereka benar-benar memasuki restoran masakan padang …,” bisik Kalma pada Adora. Yang dibisiki tak bisa menahan diri untuk tidak tertawa kecil.

“EHEM!”

Nona Areth mengeluarkan dehemnya yang berat dan membuat kecantikannya terlupakan seketika. Profesor Willian tersenyum kepada Adora dan Kalma. Mereka kemudian sunyi sekali setelah itu. Kapok bercanda.

“Nah, sekarang … kalian harus memperhatikan ini!” Profesor Will mulai berbicara, lalu berjalan ke tengah. Layar digital empat dimensi itu kini menunjukkan tiga buah batu berbentuk oval.  Bebatuan itu terlihat sangat berkilap. Tiap batu memiliki warna transparan yang berbeda. “Inilah batu-batu saripati air yang paling murni, Vesivatoa … “

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Pencarian Vesivatoa [Part 15 : VESIVATOA]”

Tinggalkan komentar