Pencarian Vesivatoa [Part 2 : Perkumpulan Misterius]

“Ghaziii, cepetan! Payah, skateboard jago, gowes leleddd!” omel Kalma yang bersepeda di depan. Pita merah di rambutnya melambai-lambai diderap angin senja.

“Ya iyalah. Kamu pakai sepeda gunung, aku dapat sepeda ontel begini.”  Ghazi terengah-engah menggowes sepeda pink yang biasa dipakai Nyonya Nakamura belanja ke pasar. Wajahnya yang putih bersih kini berubah kemerahan. Entah mengapa, rasanya semakin hari cuaca terasa semakin panas.

“Huu,  alasan! Ayo lekas, nanti kehabisan kue dorayaki!” Kalma meninggalkan Ghazi dengan kecepatan penuh.

Ghazi makin kesal, “Dasar Kalma, bukannya berterima kasih. Padahal aku mengalah demi dia!” dengkusnya sambil memandangi putaran roda sepeda yang terasa makin lambat. 

Pucuk atap rumah Prof. Nakamura mulai tampak. Anak blasteran Korea-Turki itu menggowes lebih cepat lagi. Gayanya seperti anggota boyband yang terlambat datang ke konser. Apalagi dengan headband yang menempel di kepala,  tampang Ghazi semakin mirip dengan Kim Taehyung yang kelelahan usai beraksi di panggung.

Satu semester lagi, mereka akan lulus SD. Begitu juga dengan tiga sobat mereka lainnya, Alana, Nabiella, dan Adora. Empat anak perempuan ini menamai geng mereka  Dollabella, yang artinya Boneka Cantik.  Ghazi selalu memprotes nama itu karena merasa tidak dilibatkan. Padahal, mereka sudah sering bertualang bersama dengan Tiram dan Kipas Teleportasi ciptaan Prof. Nakamura yang tinggal di Osaka.  Beliau bak kakek sendiri buat anak-anak itu.

Akhirnya mereka sampai di kebun Prof. Nakamura. Sayup-sayup terdengar suara Alana, “Ayo adu pantun! Temanya, kekuatanku. Tapi, kalau lebay, kita ceburin ke kolam ikan! Setuju?” usul Alana sambil berdiri di bawah pohon sakura yang mekar. Kawan-kawannya duduk santai di atas tikar sambil menikmati aneka makanan yang dibuat Nyonya Nakamura.

“Cakeep!” Kalma yang baru tiba langsung menyambar dorayaki. Rasa manis dan hangat kue bundar itu segera menenangkan perutnya yang lelah bersepeda.  

“Siapa takut?” Adora mengibaskan kerudung merah hati yang bersulam bunga. 

“Polisi ngebut di jalur landai,

Berhenti di warung buat makan mie.

Sungguh tampan Ghazi nan pandai,

Gagah berani menyelamatkan bumi.”

Tahu-tahu Ghazi sudah berdiri di atas kursi, dagunya ditopang ke atas, berharap diterpa sinar matahari sehingga bersinar layaknya oppa Korea. Sayang, alih-alih jerit histeris, suara sumbang terdengar dari bangku penonton.

Cebuurrrrr!!!” semua siap mendorong Ghazi ke kolam ikan koi. Untunglah ia diselamatkan oleh kedatangan mendadak Nyonya Nakamura. Telunjuk sang nenek ditegakkan  di depan bibirnya yang walau keriput tetap merah merona alami.

“Anak-anak, tolong tahan dulu sorak sorai kalian … ” matanya mengerling ke arah Prof. Nakamura yang sedang berbicara di telepon. Kerut-kerut wajahnya terlihat tegang. Beberapa kali beliau juga menggelengkan kepalanya.

Tak lama percakapan itu usai. Prof. Nakamura berjalan menghampiri anak-anak yang hanya diam dan menunduk. Beliau duduk di bangku terbesar. Sejenak ia menatap bunga-bunga sakura yang mekar, lalu menghela napas.

“Aku mengkhawatirkan masa depan kalian …,” kata beliau tiba-tiba sambil menyedekapkan tangan ke atas meja, lalu mencondongkan wajahnya ke arah anak-anak yang sedang berkumpul.

“Maksud Prof?” rasa penasaran Nabiella langsung terpancing.

“Sebuah organisasi peneliti elit membujukku untuk menjadi anggota.” Prof. Nakamurai bercerita dengan tak bersemangat.

“Tak mengherankan, Prof. kan jenius!!” potong Adora sambil memegangi gaun merah hatinya yang berkibar ditiup angin. Anak itu memang selalu tampil cantik di setiap keadaan.

“Masalahnya, ada yang ganjil pada kriteria dan misi mereka,” Prof. Nakamura menyeruput teh hijau yang  baru saja dihidangkan Nyonya Nakamura.

“Anggota mereka adalah harus bergelar profesor, IQ superior, fisik sehat sempurna tanpa ada riwayat perawatan medis, menguasai banyak bahasa, dan memiliki laboratorium pribadi,” jelasnya disambung helaan napas panjang. “Tidakkah itu terlalu sempurna?” Prof. N, begitu kadang anak-anak memanggil beliau, menggeleng-geleng sambil berdecak.

“Iya  mengapa harus sesempurna itu? seperti mau jadi duta besar bumi untuk planet lain saja!” Kalma meringis, niatnya bercanda, namun, Prof. N menatap Kalma serius. 

“Mungkin saja, ” jawaban Prof. N membuat mereka makin penasaran.

“Lalu apa misinya, Prof?” Ghazi ikut bertanya tak sabar sambil menyisir rambut cokelatnya dengan sebelah tangan ke belakang. Rambutnya kembali jatuh menutupi sebagian headband-nya dengan tatanan yang lebih apik. Andai ia melakukanya di kantin atau aula sekolah, pasti adik-adik kelas terpekik malu-malu melihatnya.

“Mereka mau membuat sebuah pulau percontohan kehidupan terbaik. Hanya manusia yang punya badan sehat, otak cerdas, dan berjiwa pemimpin yang boleh tinggal di sana,” katanya.

“Semacam pulai eksklusif? Aneh, ilmuwan arusnya mikirin kebaikan semua manusia!” protes Nabiella. Gadis penggemar hijau itu selalu gemas jika ada ketidakadilan di depannya.

“Betul sekali, Anakku. Aku jadi risau karena cukup banyak yang bergabung. Akan jadi apa perkumpulan itu nanti, apa yang akan mereka buat? Apakah mereka akan membuat koloni yang sempurna tapi meninggalkan masyarakat? Lantas apa manfaatnya kalau begitu!” Prof. N menarik napas dalam-dalam lalu menyeruput tehnya.

Nyonya Nakamura menatap suaminya, lalu menggenggam tangan beliau. Seketika suasana menjadi muram.

“Prof., Bagaimana kalau kami ke masa depan? Kami akan melihat-lihat keadaan bumi” usul Ghazi antusias karena mereka tidak berpetualang dengan tiram ajaib.

“Iya Prof, sekalian memastikan apakah aku lebih cocok jadi dokter atau fashion influencer?!” Adora tiba-tiba bersemangat. Sejak liburan, Adora risau karena orangtuanya ingin mendaftarkan ke SMP berasrama yang sangat ketat. Kata mamanya, Adora harus lebih fokus belajar agar kelak siap menjadi dokter. Itu berarti, dia tak bisa lagi membuat vlog di kamar serba pink kesayangannya.

“Hmm, kalau dua puluh tahun ke depan bagaimana?” usul Nabiella.

“Dua puluh tahun terlalu dekat, nggak akan banyak yang berubah. Gimana kalau dua ratus tahun?” usul Ghazi yang membuat Adora cemberut,  gagal rencananya melihat karirnya di masa depan.

“Waduh, dua ratus tahun? Bagaimana kalau kita terjebak di tengah perang besar?” cetus Kalma sambil merinding. Ia teringat waktu mereka terjebak di tengah penembakan di Palestina tahun lalu. Saat itu Ghazi juga yang mengusulkan untuk pergi ke sana dengan tiram teleportasi Prof. Nakamura.

Prof. Nakamura tersenyum bijak, “Tentu dua ratus tahun lagi bumi kita akan banyak berubah, tapi terlalu beresiko bagi kalian. Lagipula aku tak yakin tiram kita mampu sejauh itu.” kata Prof. Nakamura mempertimbangkan.

“Kalau begitu dua puluh tahun saja bagaimana, Prof? kita bisa tahu jadi apa kita saat besar nanti, sekalian menyelidiki apakah perkumpulan ilmuwan aneh itu berkembang atau tidak.” Alana berharap kali ini Prof. setuju.

Beliau mengangguk, “Ingat, selalu berhati-hati, dan jaga rahasia kita baik-baik!”

“Yes!” pekik Ghazi. Kalma menatapnya sangsi. Instingnya merasa akan ada yang tak beres.

 

Bagikan artikel ini:

2 pemikiran pada “Pencarian Vesivatoa [Part 2 : Perkumpulan Misterius]”

Tinggalkan komentar