Raksasa Way Kambas

Liburan akhir pekan ini, Lisa mengunjungi Paman Raka, adik ibunya yang berdomisili di Bandar Lampung. Meskipun perjalanan yang ditempuh dari Kota Liwa lumayan jauh, Lisa sangat menikmatinya karena ia bisa mencuci mata dengan melihat rimbunnya hutan dan jalanan yang berkelok-kelok.

Lisa menarik napas lega saat mobilnya berbelok ke sebuah halaman yang luas. Ia berdecak kagum melihat koleksi tanaman hias milik Paman Raka. Bugenvil, mawar, melati, euphorbia, nona makan sirih, dan aneka kaktus menghiasi taman yang berada di samping kolam ikan koi. Gemericik air mancur yang keluar dari bambu-bambu kecil membuat rumah paman yang asri bertambah indah.

Saat Paman Raka dan ibu berbincang-bincang melepas rindu di ruang tamu, Lisa duduk di teras sambil memandangi kecipak ikan koi di kolam. Angin sepoi-sepoi membelai pipinya. Beberapa kali kantuk datang menyerang, akhirnya ia pun bangkit dan mengambil buku cerita dari dalam tas, lalu membacanya sambil selonjoran di depan televisi.

Hampir tiga puluh menit Lisa tenggelam dengan bacaannya, hingga tak menyadari Paman Raka sudah duduk di sampingnya.

“Wah, Lisa suka membaca, ya?” tanya Paman Raka.

Lisa mengangguk sambil tersenyum.

“Sepertinya buku dongeng.” Paman mengamati buku yang dipegang Lisa.

“Iya, Paman. Ini dongeng tentang raksasa jahat yang ingin memangsa manusia bernama Timun Mas.”

“Raksasa sering digambarkan sebagai sosok jahat dalam dongeng, beda dengan raksasa teman paman. Dia baik sekali dan suka membantu manusia.”

“Ah, yang benar, Paman?” Lisa mendelik. “Raksasa, kan, cuma ada dalam dongeng.”

“Kata siapa raksasa cuma ada dalam dongeng?” Paman balik bertanya. “Di dunia nyata zaman sekarang pun masih ada raksasa. Salah satunya adalah teman paman.”

Lisa melongo keheranan.

“Kalau tak percaya, besok ikut ke tempat kerja paman. Nanti Lisa bisa berkenalan dengan raksasa Way Kambas.” Paman Raka mengedipkan matanya.

Lisa terlihat antusias. Ia pun memberondong pamannya dengan pertanyaan seputar raksasa tersebut, tetapi beliau tak mau menjawab.

Ibu tertawa melihatnya.

Keesokan paginya, Paman Raka, ibu, dan Lisa menaiki Jeep menuju Labuhan Ratu. Kurang lebih tiga jam berikutnya, mobil memasuki gerbang bertuliskan Taman Nasional Way Kambas. Setelah memarkir kendaraan, mereka pergi ke sebuah tempat yang ramai oleh pengunjung.

“Tunggu di sini, ya. Ada kejutan buat Lisa.” Paman bergegas memasuki sebuah bangunan.

Tak lama kemudian, Paman Raka keluar dengan menunggang gajah. Lisa tercengang sekaligus senang karena binatang itu mengalungkan bunga ke lehernya. Ibu pun mengabadikan momen tersebut dengan kamera.

Setelah itu, tiga ekor gajah masuk arena dan melakukan atraksi memukau, mulai dari duduk berjajar, menari, dan bermain sepak bola. Lisa terlihat sangat menikmati pertunjukan binatang yang super besar tersebut. Berkali-kali ia bertepuk tangan dan melihat dengan pandangan kagum ke tengah arena.

Selain menikmati atraksi menakjubkan dari salah satu satwa hebat Way Kambas, para pengunjung juga bisa berkeliling taman nasional dengan menunggang gajah.

“Paman curang, ah. Katanya raksasa, ternyata gajah.” Lisa mencubit pinggang paman saat mereka bersafari di atas punggung binatang hebat itu.

“Gajah, kan, sama dengan raksasa. Sama-sama bertubuh sangat besar.” Paman Raka terkekeh. “Gimana, raksasa teman paman ini … dia baik, kan?”

Lisa mengangguk. “Lisa pernah lihat berita di televisi, ada gajah yang mengamuk dan merusak perkampungan. Berarti mereka jahat dong, Paman?”

“Tidak, Lisa. Justru yang jahat itu manusia yang sudah merusak habitat gajah. Mereka menebangi pepohonan untuk kepentingannya tanpa melakukan reboisasi atau penghijauan kembali. Akibatnya, gajah mengamuk karena tempat berlindung dan sumber makanannya berkurang drastis. Untuk itulah, Taman Nasional Way Kambas ini didirikan agar gajah-gajah liar bisa dilatih dan hidup berdamai dengan manusia.”

“Taman Nasional Way Kambas ini khusus untuk gajah saja, ya, Paman?”

Paman Raka menggeleng. “Selain gajah, ada penangkaran satwa badak dan harimau Sumatera, mentok rimba, juga buaya sepit. Di bagian pesisir yang berawa sering ditemukan berbagai jenis burung, contohnya bangau tongtong, sempidan biru, kuau raja, dan pependang timur. Beragam tanaman pun bisa dijumpai di sini, seperti api-api, pidada, nipah serta pandan.”

Lisa manggut-manggut. Selain wawasannya bertambah luas, ia sangat senang karena liburan akhir pekan kali ini bisa berinteraksi langsung dengan raksasa Way Kambas yang baik dan jinak.

Gresik, 7 Februari 2018

Catatan:

Cernak ini pernah dimuat di koran LAMPUNG POS, edisi Minggu, 18 Februari 2018

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar