Taman Sepatu

“Auuww…”Zefa meringis kesakitan. Sebuah kerikil masuk bagian depan sepatunya yang menganga. Tepat di bagian yang berlubang. Bola yang ditendangnya meleset jauh dari gawang tim lawan. Setelah meminta izin pada guru olahraga, ia menyingkir ke tepi lapangan.

Zefa membuka sepatunya. Ia meringis memandang sepatu hitamnya yang tak berbentuk lagi. Solnya hampir lepas, dan lubang di bagian bawah semakin besar. Sebenarnya ibu sudah membelikan sepasang sepatu baru, tapi sepatu lama rasanya lebih nyaman. Namun, sepertinya inilah akhir cerita sepatu kesayangannya.

Telapak kaki Zefa terluka akibat kerikil yang masuk sepatunya tadi. Ia menaruh sepatu di kelas, lalu mencuci dan mengobati lukanya di ruang kesehatan.

“Loh, mana sepatuku?” Zefa tidak menemukan sepatunya ketika kembali ke kelas. “Hayo, siapa yang jahil menyembunyikan sepatuku?” tanyanya pada teman-temannya. Mereka sedang beristirahat setelah selesai olahraga. Mereka hanya tertawa.

Zefa berkeliling kelas mencari sepatunya. Namun, ia tak menemukannya meskipun mencari sampai ke atas lemari buku. Ia kembali ke kursinya dan pura-pura tak peduli.

“Nggak ketemu ya? Baiklah, kuberi petunjuknya. Mobil apa yang ada di atas pohon?” tanya Rinto, teman sebangku Zefa.

Zefa tertawa. Itu teka-teki yang pernah ia lontarkan di kelas. Ia pun melongok ke luar jendela. Benar saja, sepatunya tergantung pada salah satu cabang pohon mangga di depan kelas.

“Mobilang mangga, kek! Mobilang sepatu, kek!” timpal beberapa anak bersamaan. Mereka tertawa-tawa menggoda Zefa.

Zefa hendak keluar mengambil sepatunya ketika Bu Rosa masuk kelas. “Selamat siang, anak-anak. Bagaimana persiapan lomba taman? Zefa, sudah punya konsep?” tanya Bu Rosa. Setiap tahun, sekolah menyelenggarakan lomba taman antar kelas. Semua kelas pun memperindah taman mungil di depan kelas masing-masing.

“Belum, Bu! Ada beberapa usulan, tapi belum ada yang cocok. Kami ingin membuat sesuatu yang berbeda!” Sebagai ketua Kelas Vc, Zefa bertanggung jawab untuk mengkoordinir semua kegiatan kelas.

“Waktunya tinggal satu minggu, lho! Kalau begitu, hari ini kita belajar sebentar saja. Sisa waktunya kalian manfaatkan untuk berdiskusi. Siang nanti ketua kelas laporkan hasilnya pada Ibu, ya!”

Setelah Bu Rosa meninggalkan kelas, Zefa keluar mengambil sepatunya. Tak bisa dipakai lagi, pikirnya. Terpaksa ia bertelanjang kaki dan menenteng sepatunya ke dalam kelas.

“Zefa, itu sepatu atau pot?” goda Dinda saat melihat daun mangga yang terselip di sepatu. Seisi kelas tertawa.

Zefa tertegun. Setelah terdiam beberapa saat ia tersenyum dan berseru, “Dinda, idemu brilian!”

“Ide apa?” tanya Dinda kebingungan.

“Teman-teman, kalian punya sepatu yang rusak dan tidak terpakai, bukan?” tanya Zefa.

Beberapa anak mengiyakan. Zefa membeberkan rencananya. Semua  menyetujui. Mereka pun membagi tugas. Ada yang bertugas mendesain dan membuat rak, mengumpulkan sepatu-sepatu bekas, menyiapkan tanaman, pupuk dan peralatan bertaman.

Hari-hari berikutnya, Kelas Vc sibuk memperbaharui taman kelas. Mereka mengerjakannya saat jam istirahat dan sepulang sekolah. Wali kelas mereka, Bu Rosa turut memantau dan menyumbangkan beberapa pasang sepatu.

Hari penilaian tiba. Anak-anak Kelas Vc melakukan persiapan terakhir. Mereka membersihkan daun-daun kering yang berguguran dan merapikan beberapa bagian taman. Lalu mereka berbaris di teras kelas menunggu para penilai berkeliling.

Kepala sekolah dan tim penilai tersenyum membaca papan bertuliskan ‘Taman Sepatu’. Salah satu guru memotret taman. Setelah mengamati dengan cermat, mereka berdiskusi dan mencatat di buku penilaian.

Taman mungil di depan Kelas Vc tampil layaknya etalase toko sepatu. Berbagai macam sepatu dengan beragam ukuran ditata pada rak-rak yang terbuat dari dahan-dahan kering. Ada sepatu bayi, sepatu olahraga, sepatu balet, sepatu hak tinggi, sepatu bola, sepatu bot, dan banyak lagi. Setiap sepatu ditanami bunga-bunga cantik yang serasi dengan sepatunya. Sepatu-sepatu itu merupakan sepatu rusak yang sudah tidak terpakai lagi. Salah satunya adalah sepatu Zefa yang disembunyikan di pohon mangga.

Siang harinya, semua siswa berkumpul di aula sekolah. Kepala sekolah mengumumkan hasil penilaian. Setiap tahun ada tiga pemenang, yaitu taman paling indah, paling menarik, dan paling segar. Satu persatu pemenang tiap kategori disebut, namun tak ada nama Kelas Vc. Zefa dan teman-temannya tertunduk sedih. Hasil kerja keras selama satu minggu terakhir tak seperti yang mereka harapkan.

“Dan tahun ini, sekolah kita punya taman yang amat istimewa. Taman yang menyulap barang tak terpakai menjadi indah, menarik, dan segar. Selamat untuk Kelas Vc, memenangkan kategori Taman Kreatif,” kata kepala sekolah.

“Horeeee!” Sontak anak-anak Kelas Vc berteriak girang. Mereka tak menyangka ada tambahan kategori untuk tahun ini. Bu Rosa tersenyum dan mengacungkan kedua jempol tangannya dari deretan tempat duduk guru.

Cerita ini dimuat di Majalah Bobo tanggal 10 September 2015

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar