ANAK ANAK PIJIOMBO (Part 22)

BANGGA JADI PRAMUKA

 

 

 

Secara bersama-sama Panjul dan Jilan kemudian menyeret tubuh Kris ke sudut gua yang lebih gelap. Selanjutnya Panjul segera mengambil senter milik Kris yang masih tergeletak di lantai gua. Lewat lubang bagian atap gua yang berada di pertigaan lorong gua, Panjul mengirimkan kode SOS dengan mempergunakan cahaya senter itu.

“Jilan, sekarang ayo kita lanjutkan petualangannya!” perintah Panjul.

Tanpa menunggu jawaban dari Jilan, Panjul langsung menarik tangan Jilan agar mengikuti langkahnya. Panjul membawa Jilan ke lorong gua yang berbelok ke sisi kanan. Sebab ia tahu di sana tempat berkumpulnya anggota komplotan pencuri ternak itu.

Di bagian lorong gua yang terlihat lebih gelap, Panjul membentangkan seutas tali selebar lorong gua. Salah satu ujung tali ia ikatkan pada sebongkah batu besar dan ujung yang satunya ia ikatkan pada akar tumbuhan yang mencuat keluar di dinding gua. Tinggi rentangan tali itu kira-kira setinggi betis orang dewasa.

Sejenak Panjul mengecek kekuatan tali yang sudah direntangkannya. Panjul tersenyum puas pada hasil kerjanya. Sepertinya tali itu sudah cukup kuat dan tidak akan putus meski ditabrak oleh beberapa orang dewasa.

“Jilan, sekarang kau padamkan obor yang di sebelah sana itu!” perintah Panjul sambil menunjuk obor di dinding gua yang tak jauh dari tempat mereka berada.

Jilan mengangguk dan langsung berjalan mengendap-endap mendekati obor itu. Sesaat ia celingak-celinguk memeriksa keadaan sekitarnya. Setelah yakin tak ada orang yang melihatnya, ia segera meraih obor itu dan meniupnya dengan kuat-kuat.

Wuuss! Nyala obor mati. Keadaan jadi semakin gelap. Jilan memejamkan mata sesaat untuk menyesuaikan pandangannya. Dan begitu Jilan membuka matanya, ternyata Panjul sudah berdiri di sampingnya.

“Ayo Jilan kita harus bergegas!”

Dengan gerakan lincah, Panjul menuntun Jilan kembali ke tempat berkumpulnya ternak. Satu per satu dilepaskannya tali pengikat ternak-ternak itu. Panjul melepaskan tali-tali yang mengikat sapi. Sedang Jilan kebagian melepaskan ikatan tali pada kambing.

“Jon, cepat putar suara auman harimaunya! Malam ini tambahkan volumenya biar terdengar lebih keras!” Suara Bos pencuri terdengar lagi.

“Siap, Bos!” sahut Jon mantap.

Jon sigap mempersiapkan peralatannya. Sebuah VCD player dia hubungkan dengan accu berukuran besar sebagai sumber tenaganya. Sambil tersenyum menyeringai Jon mulai memutar rekaman auman harimau dengan volume maksimal.

Auuuw! Auuuww!

Sungguh auman harimau itu terdengar sangat keras. Terlebih di dalam lorong gua. Kiranya komplotan pencuri ternak itu tak menyadari jika auman harimau yang mereka setel tidak lagi mengarah ke dusun sasarannya, tapi hanya bergema di dalam gua. 

Sebab sebelum mereka bertindak, Panjul sudah terlebih dulu mengubah letak corong pengeras suara. Corong yang semula berada di atas gua dan mengarah ke desa Pijiombo, telah diputar arahnya oleh Panjul menghadap ke bawah. Sehingga suara hanya memenuhi lorong gua saja.

Akibatnya, begitu terdengar auman harimau yang menggema, ternak-ternak itu langsung berlarian berebut keluar gua. Tentu saja semua itu atas arahan Panjul dan Jilan yang memang sudah bersiap.

Grudug grudug gruduuk! Bunyi derap kaki ternak yang berlari ketakutan. Lantaran penerangan di dalam gua yang ala kadarnya, kawanan ternak itu berlari serampangan tak tentu arah. Karuan saja para komplotan pencuri itu panik dibuatnya.

“Bos, ternak-ternak kita pada berlarian hendak ke luar gua!” teriak Jon terperanjat.

“Cepat tangkap dan ikat kembali di tempatnya! Cepaat!” teriak sang Bos.

Dengan cepat mereka berlari untuk menghadang kawanan ternak itu. Namun, di luar dugaan sebelum mereka sampai di pertigaan lorong gua, langkah mereka yang cepat serta merta tertahan secara bersama-sama.

Sreett! Bruukk!

Serentak mereka terjatuh ketika lutut mereka menerjang rentangan tali yang tadi dipasang oleh Panjul dan Jilan. Mereka terjatuh secara bertumpuk dengan si Bos sebagai bantalan paling bawah.

Ketiga komplotan pencuri itu meringis kesakitan. Belum lagi mereka sempat bangkit, tiga ekor kambing sudah pula berlari ke arah mereka. Dengan membabi buta ketiga kambing itu menyeruduk dan menanduk mereka bertiga.

Tak urung ketiga orang jahat itu babak belur dibuatnya. Kambing-kambing itu telah menghajar mereka tanpa ampun. Jauh lebih dahsyat dari yang diperkirakan oleh Panjul. Untuk sesaat petualangan malam itu dimenangkan oleh Panjul dan Jilan yang tersenyum puas atas semua jebakan yang telah mereka buat.

Begitu pula dengan komplotan pencuri lainnya yang berusaha mengejar dua ekor sapi. Kedua orang itu juga dibuat tak berdaya oleh kawanan kambing. Si Giras-kambing kesayangan milik Panjul yang paling beringas. Ia mengarahkan serudukan tanduknya ke sana- ke mari sambil mendengus angker. Kambing itu seolah sedang murka karena majikannya telah disekap.

“Bagus, Giras! Ayo tanduk saja pencuri itu!” teriak Panjul dari tempat yang agak jauh dan tersembunyi.

Mendengar teriakan Panjul itu, salah satu penjuru yang sedang terkapar di lantai gua buru-buru bangkit. Maksudnya ia ingin menangkap Panjul. Tapi naas! Belum lagi ia bisa berdiri dengan sempurna, si Giras sudah pula menyeruduk bokongnya dengan keras.

Gubraakk! Orang itu terlempar sejauh tiga depa. Tubuhnya membentur dinding gua dengan keras.

“Hajar terus, Giras! Hajar terus!” teriak Panjul sambil tersenyum puas.

Seolah paham dengan perintah majikannya, kambing itu tak memberi kesempatan pencuri itu untuk bangkit. Kambing it uterus dan terus saja menyerang dengan garang. Secara bertubi-tubi si Giras menanduk kedua kaki pencuri itu sebelum dia sempat bangkit.

Hingga tak urung, pencuri itupun lama-lama kehabisan tenaga. Ia terkapar di lantai gua tanpa dapat berbuat apa-apa lagi. Panjul dan Jilan bergegas menghampiri. Dengan sisa simpul tali yang masih ada, mereka berdua mengikat pencuri itu. Kedua tangannya diikat ke belakang. Sedang kedua kakinya yang selonjor juga diikat dengan kuat.

“Terima kasih, Giras. Kau memang hebat! Aku tahu, kau memang bisa diandalkan!” ucap Panjul sambil mengelus-ngelus kepala kambing kesayangannya.

“Jangan hanya berterima kasih pada Giras, ucapkan juga terima kasih untuk Pak Waluyo yang telah mengajarkan kita tali temali dalam kegiatan Pramuka. Berkat bimbingan Pak Waluyo itu juga, kita berhasil melumpuhkan para penjahat itu,” ucap Jilan.

“Ya, kau benar Jilan. Pak Waluyo juga sangat berjasa dalam hal ini. Suatu hari nanti aku pasti akan berterima kasih pada Beliau. Karena Beliau lah kita menjadi anak-anak pemberani dan cerdik.”

“Nah, itu baru benar!” Jilan tersenyum seraya mengacungkan jempol kanannya.

Sekali lagi Panjul memeriksa ikatan di tangan dan kaki orang itu. Setelah yakin kalau ikatannya benar-benar kuat, mereka segera melangkah ke lorong lain. Panjul merasa bahwa keadaan belumlah benar-benar aman.

Dengan teknik menjelajah yang pernah dipelajarinya dalam kegiatan Pramuka, mereka menyusuri lorong gua untuk memastikan keamanan.

Panjul dan Jilan bangga telah menjadi anggota Pramuka.

 

 

Bersambung …

 

 

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar