Sendal Jepit

Sudah jam 10 malam, Clara berkeliling mencari sesuatu. Clara menerangi setiap jengkal  halaman belakang rumahnya dengan senter.  Berjongkok, melihat bawah bangku di beranda rumahnya. Membongkar tumpukan sepatu di garasi.

“Clara, apa yang kamu cari?” tanya mama menghampirinya.

“Sendal, yang Clara pakai tadi Ma?” ucap Clara, terus bekerja.

Clara senang mengoleksi sepatu dan sendal. Pakaian yang dipakainya pasti berwarna sama dengan sepatu atau sendal yang dipakai. Modelnya pun bermacam-macam. Sepatu dengan model bunga, binatang hingga bergambar artis atau film yang lagi populer. Clara senang setiap kali melihat koleksi sepatunya.

“Besok saja carinya. Ayo tidur,” ajak Mama menepuk pundak Clara.

“Tetapi..”

“Besok minta tolong ke Bik Inah untuk ikut mencari sendalmu itu,” ucap Mama menarik tangan Clara.

Clara masuk ke dalam rumah dengan lesu.

Di atas tempat tidur Clara tidak bisa memejamkan mata.  Clara menatap langit-langit kamarnya yang berwarna putih  berhiasi gambar sendal berbentuk lebah.

“Aduh, dimana ya?” ucap Clara, duduk di tempat tidurnya yang berbentuk sepatu.

Tempat tidur itu sengaja di order khusus oleh papanya sebagai hadiah juara kelas. Clara menatap dinding kamarnya yang dipenuhi foto-fotonya yang dibingkai dengan bingkai berbentuk sepatu dan sendal berbagai warna. Rak bukunya berbentuk sepatu. Meja belajar dengan kursi berbentuk sendal.

“Ini toko sepatu, atau kamar tidur?” protes Mama suatu siang pada Clara.

Tetapi Clara tak perduli. Saat ulang tahun Clara minta hadiah sepatu. Lebaran, minta sepatu dan sendal. Naik kelas, minta sepatu dan sendal. Bahkan oleh-oleh pun minta sepatu atau sendal.

“Papa, pergi ke desa bukan ke luar negeri, masa minta dibawain sepatu,” protes Papa yang akan melihat pembangun jembatan di desa.

Clara menatap lemari berbentuk sepatu.  Dalam cahaya lampu tidur, Clara berjalan membuka lemari berwarna kuning muda. Clara ingat sejarah sepatu ataupun sendal yang dimilikinya.

“Ini sendal dibelikan mama saat aku sakit,” ucap Clara menatap sendal berpita kupu-kupu.

“Aduh, dimana sendal tersebut,” ucap Clara cemas.

Dalam benak Clara terlintas wajah gadis seusianya yang bertelanjang kaki.

“Aku mau jual sendalku ini, untuk beli buku,” ucap gadis tersebut pada Clara yang baru keluar dari sekolah.

Clara kasihan melihat gadis tersebut. Dia pun berjanji akan memberikan uang hari Senin, karena Clara tak punya uang. Sendal jepit itu hampir putus, dengan warna kusam berdebu. Tak jelas warna aslinya apa. Clara ingin menunjukkan sendal tersebut pada Mama, tetapi dia lupa meletakkannya dimana.

“Mama pasti tidak akan memberikan uang, kalau tidak ada bukti,” guman Clara sendiri.

Wajah gadis tersebut semakin jelas pada ingatan Clara. Dia semakin merasa bersalah. Clara membongkar lemari sepatunya. Sepatu pertamanya saat bayi, masih disimpannya.  Sepatu saat dia belajar berjalan. Sepatu hadiah kejuaraan jalan cepat masih tampak baru.

Clara tersenyum mengingat kejadian tersebut. Clara tidak pernah ikut lomba jalan cepat sebelumnya. Tetapi, karena Clara suka dengan hadiah sepatu tersebut, maka dia ikut lomba. Padahal sepatunya tidak pernah dia pakai sama sekali.

Clara kembali ingat kaki yang tak beralas, gadis yang menjual sendalnya. Clara merasa sedih.

“Aku memiliki banyak koleksi sepatu yang tak pernah aku pakai. Kasihan dia,”  ucap Clara pelan.

Pasti kakinya sakit saat berjalan di atas bebatuan tajam. Terbakarkah kakinya saat berjalan di atas panas aspal di siang hari?

“Aku harus memenuhi janjiku,” janji Clara pada dirinya.

Clara mengeluarkan sepatu-sepatu dari lemari sepatunya. Dijejerkannya pada karpet yang berbentuk sepatu. Dia mengeluarkan sepatu dan sendal yang disimpan dibawah tempat tidurnya. Clara mengeluarkan sepatu dari laci-laci lemari pakaiannya. Clara memiliki rencana terhadap sepatu-sepatu tersebut.

Setelah semua sepatu terkumpul, Clara pun pergi tidur.

“Bik Inah, bantu aku bawa sepatu ke garasi,” pinta Clara pada Bik Inah, di pagi hari. Hari itu hari Sabtu, Clara mengerahkan seluruh penghuni rumah untuk membantunya.

Di garasi, Clara menjejerkan sepatu-sepatu tersebut seusai dengan ukurannya. Clara menempelkan harga pada sepatu-sepatu tersebut. Clara mengadakan garage sale. Clara menghubungi teman-temannya untuk datang membeli dan menyumbang sepatu yang tak masih dapat digunakan. Clara menghubungi sepupu-sepupunya untuk datang membantu. Clara memasang tanda garage sale  dari karton di jalan-jalan dekat rumahnya.

Acara garage sale, berjalan sukses. Ibu yang memiliki balita membeli sepatu balita Clara.  Ada ibu penjual kue keliling  yang datang ingin membeli sepatu olahraga untuk putrinya yang tidak punya sepatu. Clara memberikan sepatu dengan cuma-cuma.

Clara dapat mengumpulkan banyak uang untuk diberikan pada gadis tak beralas kaki tersebut. Clara menyimpan sepatu hadiah jalan cepat untuk gadis tersebut.

“Clara, kamu tidak menyesal?” tanya mama bangga.

“Kakiku hanya sepasang Ma. Bukan seperti binatang kaki seribu yang butuh banyak sepatu,” ucap Clara senang.

“Wah kerjaan Bik Inah berkurang nih. Tidak ngurus sepatu dan sandal lagi,” goda Bik Inah.

“Lho Bik Inah, itukan sendal yang Clara cari,” ucap Clara kaget melihat Bik Inah memakai sendal yang dicarinya sejak tadi malam.

“Cerpen ini sudah pernah diterbitkan di Majalah Kreatif”

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar