Setelah bel masuk berbunyi, semua anak-anak SD Al-Hikmah masuk kembali ke kelas masing-masing. Mereka baru saja menyelesaikan istirahat pertama.
Beberapa menit setelah masuk ke dalam kelas, Tina tiba-tiba tampak sibuk dengan tas sekolahnya. Dia seperti sedang mencari sesuatu di dalam tas bermotif kelinci itu. Beberapa kali dia merogoh tasnya dengan mimik wajah khawatir. Setelah itu dia mengobrak-abrik semua bukunya. Bahkan mengeluarkan semua barang yang ada di dalam tas.
Syafira, teman sebangkunya bertanya. “Apa apa, Tina? Kamu seperti mencari sesuatu?”
“Uangku hilang,” ujar Tina lirih. Suaranya bergetar karena menahan tangis. Sementara kedua tangannya masih sibuk.
“Berapa jumlahnya?” tanya Syafira.
“Dua ratus ribu rupiah. Padahal uang itu untuk membayar biaya outing class. Rencananya jam istirahat kedua nanti akan aku berikan kepada Bu Salma,” terang Tina. Kali ini disertai dengan tangisan. Dia terisak-isak dan tertelungkup di mejanya. Teman-teman satu kelas mengerubungi Tina dan ikut sedih dengan musibah yang menimpa temannya itu.
Saat itu juga, Syafira mendatangi Bu Salma sebagai wali kelas. Kebetulan Bu Salma sedang ada di ruang guru. Tak berapa lama Bu Salma datang setelah mendengar semuanya.
Bu Salma menghampiri kursi Tina dan ikut memeriksa tas Tina. Beliau mengeluarkan semua buku Tina dari dalam tas tanpa tersisa.
“Barangkali uang kamu terselip di buku,” ujar Bu Salma sembari membuka lembaran-lembaran buku pelajaran dan buku catatan.
Tina menggeleng diantara isak tangisnya. “Tidak, Bu. Saya ingat betul uangnya disimpan di dompet kelinci milik saya. Sebelum istirahat masih ada di situ. Ketika istirahat selesai, saya lihat sudah hilang. Saya juga sudah mencarinya di buku. Tapi tidak ada,” jelas Tina dengan isak tangis yang semakin menjadi.
“Baiklah kalau begitu,” pungkas Bu Salma. Beliau beranjak ke depan kelas dan meminta anak-anak untuk kembali ke tempat duduk masing-masing. Anak-anak yang awalnya mengerubungi meja Tina kembali duduk di kursinya masing-masing.
“Anak-anak. Ibu tidak tahu bagaimana uang Tina bisa hilang dari dompetnya. Seandainya ada seseorang yang mengambilnya, ibu juga tidak tahu siapa yang mengambil uang tersebut.”
Bu Salma mengedarkan pandangannya ke semua anak-anak di kelas. Kelas menjadi hening. Bahkan terkesan tegang. Anak-anak di kelas 4C itu saling pandang satu sama lain. Menduga-duga. Siapa kira-kira yang mengambil uang Tina?
“Ibu tidak ingin kalian berburuk sangka terhadap sesama kalian. Oleh karena itu ibu ingin kejujuran. Ibu hanya ingin menyampaikan bahwa mencuri itu perbuatan yang sangat buruk. Jika ada diantara kalian sebagai pelakunya, cobalah kalian pikir, bagaimana jadinya jika kalian berada di posisi Tina. Ketika kita ingin berbuat buruk kepada orang lain, pikirkan dulu bagaimana jadinya jika ada orang lain yang berbuat buruk dan jahat kepada kita. Tentu kita tidak menginginkannya, bukan?”
Anak-anak masih diam. Menyimak nasihat Bu Salma.
“Nah, jika ada diantara kalian yang ingin mengakui kesalahannya, silakan mengembalikan uang itu kepada Ibu. Ibu berjanji untuk tidak memberitahukan nama. Ibu akan diam. Ibu akan menghargai kejujurannya dengan mengembalikan uang itu kepada ibu. Bisa di sekolah atau ke rumah ibu langsung.”
**
Keesokan harinya, Bu Salma mengumumkan bahwa uang Tina sudah kembali. Teman-teman Tina heboh dan bertanya langsung kepada Tina.
“Uangmu sudah kembali?” tanya Syafira.
Tina mengangguk dengan senyum merekah. “Iya. Pencurinya mengembalikan uang itu langsung kepada Bu Salma. Ya sudah, hitung-hitung ada yang bantu aku memberikan uang itu kepada Bu Salma. Rencananya uang itu kan akan aku berikan kepada bu Guru untuk membayar biaya outing class,” terang Tina dengan senyum lebar.
“Sebelumnya, ibu mengucapkan terimakasih kepada salah satu orang diantara kalian yang bertindak jujur dan mengakui kesalahannya.”
Sampai saat ini, tidak ada seorang pun yang tahu siapa pelaku pencurian itu kecuali Bu Salma dan Tuhan. Tentu saja tidak ada lagi kasus pencurian. Karena semua anak menyukai Bu Salma dan selalu ingat nasihatnya.Siapa