SELOTO, Bab 15. Poto Tano

BAB 15, Poto Tano   Lembo dan Lembi berhenti cukup jauh dari Poto Tano. Kami mengintip di permukaan air, di kejauhan tampak kehidupan manusia. Langit masih gelap, lampu-lampu di daratan Poto Tano bercahaya jingga, walau tak banyak, mereka menghiasi pesisir Poto Tano. Sebentar lagi, fajar akan menyapa. Lembo dan Lembi berpamitan. Orbunis memeluk Lembo dan … Baca Selengkapnya

Bagikan artikel ini:

SELOTO, Bab 14. Lembo, Lembi

BAB 14. Lembo, Lembi   Kami menanti Ratu Mandalika di bibir gua, tak jauh dari lokasi pasir Orbulina. Bibir gua itu lebih besar dari pintu gua awal perjamuan dari Ratu. Saura dentuman masih memekak telinga. Orbunis meremas-remas jarinya, sekali-kali ia menunduk, meremas rambutnya, dan mendesah. Aku tahu, kondisi tidak baik-baik saja, terlebih Orbunis yang pergi … Baca Selengkapnya

Bagikan artikel ini:

SELOTO, Bab 13. Orbulina

BAB 13, Orbulina Ratu Mandalika memilih duduk di bagian depan. Aku tahu, itu kursi khusus untuk dirinya. Dan kursi lainnya hanya untuk tamu. Kami memilih duduk di sisi kanannya. Cukup dekat. “Apa tujuan kalian datang ke kerajaanku?” Ratu meneguk air yang tersedia di cawan kristal miliknya. Menatap kami tajam. Aku masih terpaku, melihat segala yang ada … Baca Selengkapnya

Bagikan artikel ini:

SELOTO, Bab 12, Ratu Mandalika

BAB 12, Ratu Mandalika   “Aku tak bisa berenang! Bagaimana bila aku mati?” kataku pada Orbunis. “Astaga!” teriak Orbunis. “Terserah padamu, Orbunot. Gara-gara kau, aku sampai di sini. Sudahlah Orbunot. Semua manusia juga akan mati termasuk manusia sepertimu. Setidaknya ini bukan aksi bunuh diri. Ini perjuangan! berjuang menyelamatkan bumi dari kekejaman Foxo. Aku akan membawamu kembali ke pantai bila kau … Baca Selengkapnya

Bagikan artikel ini:

SELOTO, Bab 11, Kerajaan Batu Cermin

BAB 11, Kerajaan Batu Cermin   Semalam benar-benar riuh. Adib, sama halnya dengan Orbunis, menarik hidung dan mencubit pipiku. Gadis kecil itu, si Mina, cucu Amaq Belo menusuk-nusuk diriku dengan jarinya. Sedangkan istri Amaq Belo, memeluk erat, geregetan padaku. Ia memberi banyak nasi dan ikan bakar. Orbunis hanya tertawa, ikut mengusiliku. Aku? Oh.. sambutan ini terbilang … Baca Selengkapnya

Bagikan artikel ini:

SELOTO, Bab 10, Amaq Belo

BAB 10, Amaq Belo  Orbunis mendesah padaku, “Oh… kau berat sekali!” Orbunis turun dari kuda. Menggendong tubuhku yang terlalu berat buatnya. Ia menggerutu kalau tubuhku lebih berat dari seekor kambing. Ia mendengus. Aku bergoyang-goyang di dalam tas. “Gadis kecil, kubantu kau mengangkat tas di punggungmu, sepertinya berat sekali.” “Tidak Pak Tua, terima kasih. Kubayar sekarang?” “Nanti. … Baca Selengkapnya

Bagikan artikel ini:

SELOTO, Bab 9. Tiu Kiantar

BAB 9, Tiu Kiantar  Fajar mulai mengintip. Aku menanti di balik batu. Sesaat kemudian Orbunis datang dengan seekor kuda kuning. Tidak terlalu besar, namun terlihat kuat untuk menempuh perjalanan jauh. Orbunis memakaikan pelana pada kuda itu. Dan terdapat dua kantong besar, mengantung di sisi kuda. Sedangkan Orbunis, memakai tas di punggungnya. Tas itu berukuran sangat besar … Baca Selengkapnya

Bagikan artikel ini: