Pencarian Vesivatoa [Part 23 : KABUR!]

Adora duduk membaca buku ensiklopedia tanaman yang ditemukannya di lemari. Sudah dua jam Ghazi, Wira, dan Nabiella pergi meninggalkan ia dan kedua temannya. Mereka mulai bosan, sejak tadi tidak bisa melakukan apa-apa. Kalma juga mulai gelisah. Ia ingin sekali membuat sesuatu yang bisa dimakan di dapur bawah. Cake wortel dan beberapa bekal makanannya yg lain sudah habis

“Wah, kalau sampai waktu makan malam nanti mereka belum kembali, bisa-bisa ketahuan kalau jumlah kita sudah tidak lengkap lagi,” kata Alana pada teman-temannya. Tiga puluh menit lagi Mister brewok mungkin akan datang mengantarkan makan malam.

Tiba-tiba Alana mengeluarkan tiga sleeping bag mereka dan membentangkannya di lantai. Ia lalu memasukkan beberapa barang ke dalamnya, sehingga kantong tidur itu terlihat menggembung.

“Kamu mau tidur, Al?” tanya Kalma heran.

“Tidak. Aku hanya bersiap-siap saja kalau Mister brewok datang lagi ke ruangan ini dan menanyakan keberadaan teman kita yang lain. Kita bisa bilang kalau mereka sedang tidur.”

“Wah, ide bagus juga.”

Menit demi menit terasa berjalan begitu cepat. Sebentar lagi seseorang akan datang untuk mengantarkan makanan. Namun, ketiga teman mereka belum juga datang. Alana berjalan mondar-mandir sambil berdoa agar tipuan kantong tidur yang dibuatnya berhasil. Adora mulai merasa khawatir, jangan-jangan terjadi sesuatu dengan ketiga temannya itu. Sedangkan Kalma merasa bimbang. Di satu sisi ia ingin makanan segera datang, tapi di sisi lain dia juga tidak ingin ketahuan kalau jumlah mereka tak lengkap lagi.

Beberapa menit kemudian, terdengar suara anak kunci diputar di pintu ruangan itu. Petugas pengantar makanan sudah datang, tetapi tiga anak yang lain masih belum kembali. Adora, Alana, dan Kalma, terdiam mendengar suara derit pintu yang dibuka. Jantung mereka berdetak kencang tak terkendali. Apa yang harus dilakukan sekarang?

Mister brewok datang membawa rak beroda yang berisi enam piring makanan. Tercium aroma ayam panggang begitu lezat. Sayangnya situasinya membuat ketiga anak itu sama sekali tidak berselera. Mereka segera berjalan menyambut Mister brewok ke dekat pintu, berharap agar laki-laki itu tidak memeriksa ke dalam dan segera pergi.

“Ini makan malam kalian,” kata Mister Berewok. “Ingat, tidak boleh ada yang tersisa. Piring ini harus kembali dalam keadaan bersih!”

“Siap, Mister!” ujar Kalma sambil meletakkan telapak tangannya di pelipis. “Jangan meragukan kapasitas perut kami.”

Laki-laki itu hanya mendengkus, lalu sesaat mengintip ke dalam ruangan. “Kenapa kalian cuma bertiga? Mana dua anak laki-laki yang lain?” tanya Mister brewok tiba-tiba.

“Emm … anu … mereka tadi tertidur karena kelelahan,” jawab Alana tergagap.

“Kalian jangan bohong!” bentak Mister brewok. “Kalau berani macam-macam, kalian bisa mendapat hukuman yang lebih berat lagi!”

Nyali Alana semakin menciut. Adora dan Kalma berdiri gemetaran di sebelahnya. Keringat dingin mulai mengalir dari kening mereka.

“Aku akan memeriksanya ke dalam.” Mister brewok masuk, mendorong anak-anak yang menghalanginya di pintu dengan kasar. Laki-laki itu mendekati kantong tidur, lalu menyingkap bagian kepalanya yang tertutup.

Alana dan kedua temannya hanya bisa pasrah, memejamkan mata sambil bersiap menerima bentakan dan hukuman yang lebih berat lagi. Ya Allah tolong kami ….

“Hei bangun! Sudah waktunya makan malam, jangan tidur terus!” teriak Mister brewok.

“Hoaam … sudah sore ya?” terdengar suara Ghazi menjawab sambil menggeliat. Persis seperti orang bangun tidur. “Terima kasih, Mister. Makan malamnya tampaknya lezat sekali,” tambahnya lagi.

Alana, Adora, dan Kalma masih tercengang melihat pemandangan itu. Bagaimana mungkin Ghazi bisa ada di dalam kantung tidur itu? 

“Okay, kalian terbebas dari hukuman yang lebih berat,” ujar Mister brewok kepada anak-anak. “Bangunkan temanmu yang lain, dan segera habiskan makanannya.” Laki-laki itu pun berjalan keluar ruangan dan kembali mengunci pintu dari luar.

Seketika keempat anak itu mengembuskan napas lega. “Ghazi! Bagaimana kamu bisa ada di sana?” tanya Alana penasaran. 

Belum sempat Ghazi menjawab, Nabiella dan Wira pun muncul dari kamar mandi. Mereka tampak tersenyum lebar.

“Kami tadi sampai kembali di kamar mandi saat kalian sedang berbicara dengan Mister brewok di dekat pintu,” kata Nabiella. “Ghazi mengendap-endap keluar dari kamar mandi lalu masuk ke dalam sleeping bag karena mendengar kalian bilang kami sedang tertidur.”

“Bagaimana aktingku? Makin keren kan?” tanya Ghazi jumawa. 

Alana, Kalma, dan Adora mengembuskan napas lega setelah tadi jantung mereka rasanya hampir saja copot. Tiba-tiba Adora melihat ada yang aneh dengan gelangnya. Cahaya hijau memancar dari salah satu bulatan yang ada di gelang itu.

“Leafa yang asli ada di sini,” ujar Nabiella sepelan mungkin. Ia mengatur posisi badan agar membelakangi kamera CCTV. 

“Jadi, kalian sudah berhasil mendapatkannya?” tanya Alana antusias.

“Ya, Alhamdulillah. Rupanya batu itu bisa masuk ke dalam salah satu dari tiga bulatan yang ada di gelang kita ini. Entah bagaimana, wujudnya berubah menjadi cahaya hijau,” jelas Nabiella. “Mungkin itu sebabnya gelang kalian juga mengeluarkan cahaya hijau  yang sama.”

Keenam anak itu merasa sangat bahagia, setidaknya satu dari tiga misi mereka sudah diselesaikan.

“Wah kalian hebat!” puji Adora. 

“Kamu akan lebih kagum lagi kalau melihat cekatannya Wira memanjat pohon pinus untuk mengambil batu Leafa itu,” ujar Nabiella sambil menyikut Adora. Baru kali ini Wira tampak tersipu malu, mendengar pujian sekaligus ledekan dari Nabiella.  

“Ya, kalau Wira tidak sigap menangkap Leafa, bukan tidak mungkin aku dan Nabiella pulang-pulang benjol sebesar mangkuk sup sekaligus tertangkap Tuan Albrecht  pula di masa lalu,” kata Ghazi sambil menepuk pundak Wira.

“Syukurlah. Teman-teman, kita harus segera pulang, sebelum semuanya ketahuan oleh Tuan Albrecht,” seru Alana serius.

Anak-anak segera mengemasi barang-barang mereka dengan berhati-hati, agar tidak terlihat mencurigakan dari kamera CCTV. Setelah semua barang masuk ke dalam tas, mereka berjalan ke arah sudut ruangan yang tidak terlalu kentara terlihat dari CCTV. Ghazi mengeluarkan kipas Prof. Nakamura lalu mengibaskan benda itu sambil berkata, “Negeri Dolla.”

 

Beberapa detik berlalu, tetapi tidak terjadi apa-apa. Mereka masih tetap berada di ruangan itu, tidak berpindah kemana-mana. Ghazi mengulangnya beberapa kali, tetapi hasilnya masih sama. 

“Kipasnya rusak … kita tidak bisa pulang!” seru Ghazi panik.

(bersambung)

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar