Pencarian Vesivatoa [Part 6 : PERJALANAN PERTAMA ]

Prof Will terbelalak, wajahnya yang diterangi cahaya layar virtual tampak begitu tegang.  Bunyi sirine selalu terasa menyakitkan buat Prof Wil. Saat sirine berbunyi pula kakeknya dulu berpamitan dan tak pernah kembali lagi. 

“Areth, segera bawa anak-anak ini ke Samaila!” Perintah Prof Will tegas. 

“Tapi bagaimana dengan Anda, Prof?” tanya Nona Areth khawatir.

“Tenang saja, Insya Allah aku dan Usman yang akan membereskan pelakunya.”

Dalam kegelapan Nona Areth menuntun anak-anak ke lantai atas meninggalkan ruangan gelap itu. Di tangga terdapat garis evakuasi yang bercahaya ketika gelap, seperti yang biasanya ada di pesawat. Tiba-tiba atap ruangan di atas mereka terbuka dan terlihatlah sebuah lorong yang menjulang ke atas hingga mereka bisa melihat langit. 

Dalam satu kedipan mata sebuah bola kaca muncul di depan mereka dan membuka pintunya. Nona Areth memerintahkan mereka untuk segera naik.

“Selamat datang Nona Areth,” Lagi lagi suara robot terdengar, kali ini suara lelaki.

“Picasso, kita harus segera meninggalkan tempat ini!” Ujar Nona Areth tegas. Rupanya Picasso adalah nama bola itu.  

Anak-anak tecengang melihat bagian dalam bola itu. Sejuk, harum, putih polos tanpa setitikpun noda, semuanya kosong. Namun, saat mereka melangkahkan kaki ke dalam tiba-tiba dari lantainya muncul kursi-kursi yang sangat nyaman, sesuai jumlah orang yang masuk. Seketika ketegangan mereka agak sedikit berkurang. Terlempar ke masa depan saja sudah menegangkan apalagi dalam kondisi darurat seperti sekarang

“Masuk dan duduklah anak-anak, pilih kursimu sendiri. InsyaAllah kita akan segera menuju tempat paling aman setelah Laboratoria.” Perintah Nona Areth.

“Picasso, Samaila, Chinaza,  150-31.” Nona Areth memberi perintah kepada Picasso.  

Seketika lampu di dalam bola mati, kaca menjadi jernih sehingga mereka bisa melihat ke seluruh bagian luar bola. Sabuk pengaman terpasang di tubuh semua orang. Lalu dalam sekejap bola itu meluncur ke atas gedung dan terbang secepat kilat.

“Nona, apa yang sebenarnya terjadi?” Nabiella tak bisa menyembunyikan rasa ingin tahunya.

“Belum ada yang tahu pasti, tapi kemungkinan ada pihak yang sedang mengintai barang yang sangat berharga untuk masa depan bumi.”

“Siapa mereka?” tanya Ghazi tak sabar.

“Ceritanya panjang, nanti kalian akan diberitahu oleh Prof. Will. Hal terpenting saat ini adalah kalian semua selamat. Keselamatan kalian sama pentingnya dengan benda berharga itu.”

Mereka melesat sangat cepat selama beberapa detik, lalu Picasso menurunkan kecepatan dan terbang lebih rendah. Mereka berada di atas lautan, namun lautan itu tidak berwarna biru seperti di pantai Dollisolla. Laut itu berwarna abu-abu!  Ternyata warna abu-abu itu adalah serpihan-serpihan sampah. Alana ternganga melihat potongan potongan besi, mainan rusak, setir patah, botol plastik, semua berdesakan di lautan. Mengapung kira-kira setebal satu meter.

“Picasso, ambil jalur aman!” perintah Nona Areth.

Picasso turun lagi ke dalam laut. Sunyi. Tak ada satupun kehidupan di bawah laut.

“Nona Areth …,” Adora memberanikan diri bertanya untuk mengusir rasa cemas. “Mengapa tidak ada hewan atau terumbu karang di bawah laut ini?”

“Mereka semua sudah punah. Hanya hewan-hewan bersel satu saja yang masih bertahan. Kita tidak bisa melihatnya.” Kata wanita tegas itu dengan datar. “Semua laut mirip seperti ini, bahkan di samudera utara. Tidak ada lagi kehidupan, tiada lagi keindahan bawah laut seperti yang pernah kulihat di buku buku kuno,” lanjutnya.

Buku kuno?

Anak-anak Dollabella menahan napas terdiam, tak tahu harus berkata apa. Baru beberapa hari yang lalu mereka bermain di pantai Dollisola, dengan lautnya yang biru jernih.

“Samudera Utara itu dimana, Nona? rasanya kami belum pernah mendengarnya di sekolah.” tanya Alana. Dia tak pernah keluar kelas sama sekali dan tak pernah izin, sakit, apalagi alpa. Jadi, teman-temannya ikut mengangguk-angguk. Sembilan puluh sembilan persen dijamin akurat.

“Oh.. betulkah?” Nona Areth sedikit kaget. 

“Picasso, apa nama Samudera Utara di tahun 2024?” tanyanya pada si pesawat.

 

“Kutub Utara, Nona. Sepenuhnya meleleh di tahun 2150 sehingga sejak itu Komite 7 Negara Arktik resmi menggantinya menjadi Samudera Utara.” suara Picasso terdengar riang dan cerdas.

“Bagaimana, apa kalian kenal kutub utara?” tanyanya sambil mengangkat alisnya yang rapi dengan tatapan penasaran. Mirip  ekspresi prof. McGonagall saat menyidik Harry Potter. Mungkin McGonagall muda mirip Nona Areth.

“Oh…menyedihkan sekali!” pekik Adora sambil menutup mata.  

“Ternyata pemanasan global itu betul-betul ada ya…” Alana berkata murung sambil menatap langit di atasnya.

“Oke Picasso, siap-siap mendarat!” Lagi-lagi Nona Areth memberi perintah. Bola canggih itu segera melesat kembali ke langit. Sedetik kemudian mereka sudah berada di atas, tempat yang sama sekali berbeda. Sebuah padang pasir.

Kali ini Picasso turun ke darat. Tiba-tiba dari kursi mereka keluar tangan-tangan robot yang memakaikan sebuah kostum mirip Stormtrooper yang Kalma lihat di gedung riset tadi.

“Pakaian ini memang sedikit tidak nyaman, tapi kita memerlukannya karena lokasi ini sangat panas dan udaranya beracun,” kata Nona Areth yang mengenakan seragam yang sama dengan mereka, tapi berwarna pink muda. 

Adora mengerling dari balik kostumnya, lalu menggerutu sambil berbisik. “Curang, punyanya cantik sekali.”

“Anda juga cantik, Adora,“ suara Picasso tiba-tiba terdengar di seluruh bola.

Muka Adora memerah. “Ih … suka nguping juga robot ini,” kata Adora, kali ini dalam hati.

Nona Areth tersenyum tipis sebelum menutup kaca helmnya.

“Picasso, jemput kami pada perintah selanjutnya!” perintah Nona Areth.

“Dengan senang hati, Nona,” jawab Picasso seraya membuka pintunya. Satu per satu mereka keluar.

Angin sangat kencang, tak ada tanda tanda kehidupan. Mereka berjalan sebentar hingga sampai di sebuah kompleks dengan gedung-gedung tinggi berwarna abu-abu dan putih. Sunyi sekali.

Nona Areth berhenti lalu menekan sebuah tombol di tepi helmnya. Segera muncul sebuah gerbang besar yang terbuka untuk mereka. Anak-anak mengikuti Nona Areth memasuki pintu itu. Tiba-tiba pintu tertutup dengan sangat cepat dan ruangan menjadi gelap. Namun tak sampai mata berkedip, pintu lapis ke dua di depan mereka terbuka. Sebuah pemandangan menakjubkan terhampar di hadapan mereka.

Bagikan artikel ini:

Tinggalkan komentar